Meja Makan Bu Febri

Ketika pertama kali bertemu Bu Febri di kantin basement kantor, Maret 2023 lalu, saya mendapati kesan bahwa ia adalah sosok yang judes, galak, dan dingin. Waktu itu Pak Ario memperkenalkan saya sebagai staf baru, dan responnya nampak biasa saja. Tidak nampak antusias, tidak nampak menyambut, biasa saja. Saat itu ia sedang menikmati menu takjil, kebetulan kami berkenalan di saat acara buka puasa bersama. Tentu saja kudapan takjil lebih menggoda dibanding berkenalan dengan staf baru ini. Setelah basa-basi pendek soal nama panggilan saya, pertanyaan pertamanya menggelegar cepat: “Lu bisa ngedit video, gak? Kalo bisa, nanti bisa bantuin Arya di Pensosbud.” Saya gak tahu jawaban apa yang ia harapkan dengan pertanyaan “bisa ngedit video”, dan saya tidak tahu siapa manusia bernama “Arya” tersebut. Apakah yang dimaksud adalah sebatas cut & trim video , atau editing sebagaimana jika ia melihat konten video Bu Retno Marsudi yang saat itu masih Menteri Luar Negeri. Waktu itu saya belum menjaw...

The Real Hero


Terkadang, pahlawan tak selalu harus tercantum namanya di antara pahlawan-pahlawan sebagaimana dikenal orang. Pahlawan dalam artian yang sederhana rupanya banyak berkeliaran di sekitar kita. Tukang beca supir angkot, guru, petani, semua itu adalah pahlawan bagi mereka yang membutuhkan jasa mereka. Sebagai seorang anak, ibu adalah sosok pahlawan dalam hidup kita. Ada banyak ‘peperangan’ yang telah dilakukan ibu untuk anaknya. Persoalan mengandung selama kurang lebih sembilan bulan, bukanlah persoalan yang mudah. Hilir mudik dengan dua badan sekaligus, namun tetap dengan porsi tenaga yang sama bukanlah hal yang enteng dan bisa diremehkan. Setelah itu, ada pertaruhan nyawa yang terjadi ketika sang anak hendak melihat dunia. Mungkin saja, dengan mendengar tangis pertama sang anak segala perih ibu seolah terbayar, katanya. Ditambah dengan masa pengasuhan, dan sebagainya, dan sebagainya.
Saya kira, tak ada seorang ibu pun yang menginginkan anaknya bernasib buruk atau sama dengan nasib orang tuanya. Segala nama yang baik-baik mereka tumpahkan di balik nama anaknya, hanya karena ingin anaknya menjadi lebih baik dari pada kehidupan orang tuanya. Sejak saat itu, mimpi orang tua, ibu khususnya, telah dimulai. Bahkan jauh sebelum anak itu lahir, mimpi-mimpi tentang anaknya, telah ibu susun sedemikian rupa. Berbagai doa dilantunkan, agar anak yang diharapkan kehadirannya tak hanya menjadi harapannya, tapi juga harapan bagi banyak orang. Setelah lahir, proses terbaik untuk menjadi manusia yang diharapkan adalah pendidikan. Pendidikan menjadi bagian terpenting dalam hidup manusia yang menjadi wasilah yang akan menjadikan manusia menjadi pribadi yang lebih baik. ‘Peperangan’ ibu masih berlanjut, terlebih ketika pendidikan anak masih dihadapkan pada persoalan biaya. Tak semua ibu diciptakan Tuhan dengan harta yang banyak. Ada yang lebih, ada yang pas-pasan, ada juga yang kurang. 

Secara substansial, dengan keadaan apapun, keringat ibu selalu hadir dalam setiap proses kehidupan anak, sampai kapan pun. Bahkan ketika seorang anak mampu bertahan hidup dengan ilmu yang dimilikinya, mencapai kesuksesan yang diinginkan, senyuman yang erpancar dari air muka anak sejatinya milik ibu. Ibu memiliki hak penuh untuk menikmati dan memiliki senyuman anak dalam cerita kesuksesannya. Maka, jelaslah bahwa ibu adalah pahlawan yang tak boleh dan haram hukumnya untuk dilupakan. Suatu hal yang senada dengan hadir nabi saw yang mengisyaratkan bahwa ibu memiliki tiga kedudukan lebih tinggi dibanding ayah. Jasanya yang luar biasa tak mampu dielakkan, sangat membekas, meninggalkan jejak, itulah pahlawan sesungguhnya.

Komentar