Meja Makan Bu Febri

Ketika pertama kali bertemu Bu Febri di kantin basement kantor, Maret 2023 lalu, saya mendapati kesan bahwa ia adalah sosok yang judes, galak, dan dingin. Waktu itu Pak Ario memperkenalkan saya sebagai staf baru, dan responnya nampak biasa saja. Tidak nampak antusias, tidak nampak menyambut, biasa saja. Saat itu ia sedang menikmati menu takjil, kebetulan kami berkenalan di saat acara buka puasa bersama. Tentu saja kudapan takjil lebih menggoda dibanding berkenalan dengan staf baru ini. Setelah basa-basi pendek soal nama panggilan saya, pertanyaan pertamanya menggelegar cepat: “Lu bisa ngedit video, gak? Kalo bisa, nanti bisa bantuin Arya di Pensosbud.” Saya gak tahu jawaban apa yang ia harapkan dengan pertanyaan “bisa ngedit video”, dan saya tidak tahu siapa manusia bernama “Arya” tersebut. Apakah yang dimaksud adalah sebatas cut & trim video , atau editing sebagaimana jika ia melihat konten video Bu Retno Marsudi yang saat itu masih Menteri Luar Negeri. Waktu itu saya belum menjaw...

Review Novel 5 Titik 1 Koma by Kamal Ihsan

Muhammad Kamal Ihsan mengukuhkan identitas kepenulisannya dengan novel pembangun jiwa berjudul "Lima Titik Satu Koma". Novel ini punya potensi cerita yang menarik, namun sayangnya kurang greget dalam ekseskusi. Setelah khatam membaca novel ini, saya teringat dua hal: pertama bahwa karya sastra yang dijadikan media untuk dakwah punya resiko untuk menjadi perpaduan yang bagus, atau justru ada unsur yang terlupakan dari salah satu aspeknya, unsur sastranya atau unsur dakwahnya. Kedua, saya menyadari bahwa novel ini bukanlah novel satu dari sejenis, mengingat ada banyak novel pendahulunya yang berkiprah di genre serupa, di mana gambaran muslim/muslimah dihadirkan dalam sosok-sosok yang too good to be true. Faktanya, pasar untuk genre ini memang ada.

Tonton ulasan lengkapnya di: 

Komentar