Sekelumit Cerita Membesarkan Anak di Amerika

Katanya, membesarkan anak di Amerika itu harus punya mental seperti membesarkan seekor burung: kalau anaknya sudah besar, orang tua harus rela melepasnya untuk terbang jauh. Sebab anak-anak yang dianggap sudah dewasa dan punya pekerjaan sendiri, mereka tidak akan lagi tinggal di rumah orang tuanya. Mereka akan menjadi 'manusia' sendiri dengan dunianya sendiri, cita-citanya sendiri, tujuan hidupnya sendiri, agamanya sendiri, prinsip-prinsip sendiri, bahkan bisa jadi, orang tua adalah "orang lain" yang dalam banyak aspek tidak bisa sembarangan berinteraksi, berintervensi, atau mengambil keputusan apapun soal hidup anaknya yang sudah dewasa. Saya berulang kali mendengar cerita itu ketika duduk makan dengan Pak Wakidi, pemilik rumah yang rumahnya saya sewa dan tinggali di Amerika. Anak pertamanya sudah tinggal dan bekerja sendiri di kota yang butuh 6 jam perjalanan pesawat dari DC. Jika Pak Wakidi ingin bertemu dengan anaknya, ia harus menghubunginya dulu, membuat janji d

Diversitas dan Cinta


Manusia yang diciptakan dengan keanekaragaman suku dan bangsa, ras dan bahasa, adat dan budaya, menjadi warna yang unik untuk diperbincangkan. Sebuah diversitas yang tak ternilai harganya. Keberagaman ini menjadikan manusia saling mengenal satu sama lain, saling mengunjungi, membangun interaksi harmonis, bertukar budaya, berkomitmen, membangun keluarga, dan lain sebagainya. Hal ini sebagaimana dideskripsikan Q.S. Al-Hujurat Ayat 13.
Salah satu isu global yang hari ini menggaung adalah permasalahan perdamaian dunia. Huru-hara yang terjadi di banyak penjuru bumi, peperangan, pertumpahan darah, perselisihan yang berujung pada konflik, semua itu berderet bak santapan harian yang secara ekslusif disuguhkan media cetak, televisi, radio, dan media lainnya seolah bukan lagi hal yang tabu. Wacana semacam ini terdengar sangat kasar di telinga siapapun, orang manapun, bangsa manapun. Bagaimanapun keadaannya, dapat dipastikan bahwa hampir setiap manusia memiliki cahaya hati yang memancarkan perdamaian, dan merindukan kenyamanan. Tak perlu jauh menengok dunia yang begitu luas, tengoklah ke dalam terlebih dahulu. Perseteruan antar daerah masih hangat terjadi di bangsa yang kaya subur makmur loh jinawi ini.
Indonesia yang dianugerahi Allah dengan banyaknya suku tak menjadi kekuatan positif yang bisa dioptimalkan manusianya. Fenomena etnosentrisme dan kalangan primordialisme masih subur terjadi di beberapa bagian bangsa Indonesia, yang secara perlahan menjadi acaman bom waktu bagi sayap Bhineka Tunggal Ika. Solusi dari permasalahan perpecahan adalah butuh media perekat agar terjadi integrasi unsur-unsur budaya menuju satu Indonesia. Salah satunya dengan cinta. Cinta serupa tali pengikat dengan simpul yang kuat dan kokoh, sekaligus menjadi pembatas agar segala yang diikatnya tetap utuh. Dianalogikan persaudaraan adalah tubuh utuh dengan bagian-bagian tersendiri. Perpecahan, konflik, huru-hara, seolah satu bagian tubuh melukai bagian yang lain. Tapi dengan cinta, rasa saling menjaga dan menghargai akan muncul dan tumbuh subur, sehingga segalanya tetap berfungsi sebagaimana mestinya. Muslim satu dengan lainnya ibarat sebuah bangunan, saling menopang satu sama lain.

Komentar