Khutbah Jumat - Lima Tingkatan Balasan Amal Manusia

Khutbah I Puncak dari keistimewaan seorang hamba dalam melakukan suatu pekerjaan adalah ketika amal/pekerjaan itu diniatkan hanya untuk Allah Swt. Akan tetapi dalam perjalanannya, mencapai tingkatan itu tidak selalu mudah bagi setiap orang. Karenanya para ulama banyak membolehkan jika ada di antara kita yang melakukan suatu pekerjaan, atau suatu amal, dengan mengharapkan pahala atau balasan yang Allah janjikan.  Ada banyak ayat dan hadis yang menunjukkan bentuk dan tingkatan balasan bagi amal yang dilakukan seorang hamba. Rasulullah saw. sendiri dalam salah satu hadisnya menyebutkan tingkatan-tingkatan tersebut. Antara lain dalam hadits yang diriwayatkan oleh ath-Thabrani: الْأَعْمَالُ خَمْسَةٌ: فَعَمَلٌ بِمِثْلِهِ، وَعَمَلٌ مُوجِبٌ، وَعَمَلٌ بِعَشْرَةٍ، وَعَمَلٌ بِسُبْعُ مِائَةٍ، وَعَمَلٌ لَا يَعْلَمُ ثَوَابَ عَامِلِهِ إِلَّا اللَّهُ   “(Balasan) bagi amal-amalan/pekerjaan itu ada lima (tingkatan). Ada amal yang dibalas dengan yang semisalnya, ada amal yang mewajibkan, ada amal yang d

Peranan Generasi Muda Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia

Peranan Generasi Muda Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia

Maulana Abdul Aziz

Email: maulanabdulaziz@gmail.com

(Esai ini telah memenangkan Juara 3 Putra Pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat 2013, Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat)

 

Salah satu unsur budaya sebagaimana diketahui dalam cultural universal adalah bahasa. Bahasa tidak saja berperan sebagai alat komunikasi, media penyampai pesan dan gagasan, tetapi juga sebagai syarat berdirinya suatu kebudayaan. Sehingga dengan kebudayaan itulah bahasa suatu bangsa menjadi identitas penting yang perlu dijaga dan dilestarikan.

Berbicara tentang identitas bangsa, potensi pemuda bangsa menjadi hal yang patut dimasukkan sebagai bahan perbincangan. Wacana generasi muda sebagai ujung tombak kemajuan sebuah bangsa adalah  wacana yang benar-benar perlu diperhatikan. Dalam pepatah Arab dikatakan, Syubbanu al-yaum, rijaalu al-ghod, pemuda hari ini, pemimpin hari esok. Jika dianalogikan, pemuda adalah batang pohon yang masih muda. Selagi masih muda, perlu dirawat dan diperhatikan dengan baik, karena menyimpan potensi yang sangat besar. Jika ada batang yang bengkok, maka ia masih mudah untuk diluruskan. Kaitan pemuda dengan identitas bangsa adalah perannya dalam upaya menjaga kiprah bahasa nasional sebagai identitas bangsa. Terlepas dari maraknya bahasa asing yang masuk ke tatanan kehidupan muda dewasa ini, Indonesia masih punya harapan agar bahasa Indonesia tetap digunakan oleh generasi muda.

Maraknya penggunaan media sosial dewasa ini menjadi satu poin penting yang memberikan dampak besar terhadap penggunaan bahasa Indonesia. Pengguna, penikmat, dan penggiat media sosial secara umum telah didominasi kalangan muda. Tanpa perlu survei serius pun, siapapun bisa memprediksikan sendiri bahwa generasi muda lah yang banyak mendominasi layanan sosial maya ini. Mengapa harus berdampak bagi bahasa Indonesia? Ada banyak indikasi dari kehadiran media sosial. Baik dari faktor kebudayaan, teknologi informasi, bahkan perilaku seseorang. Begitupun Bahasa Indonesia yang mengalami dampak tersebut. Bisa positif, bisa juga negatif. Tergantung pada bagaimana pengguna media sosial menyikapinya. Salah satu dampak media sosial bagi Bahasa Indonesia adalah adanya unsur-unsur destruktif, terlebih dalam hal morfologi bahasa Indonesia.

Hampir dapat dipastikan bahwa masyarakat Indonesia tahu dengan istilah ‘bahasa alay/slank’. Penulisan suatu kata dengan susunan kata yang secara terang-terangan mendobrak kaidah kebahasaan (misal: cUmMUn9udhhh [semangat]), kesalahpahaman penggunaan tanda baca (misal: a[k]u, padahal tanda itu bertujuan untuk kata bermakna ganda/ambigu. Misalnya: ma[mp]u), penulisan afiksasi yang tidak tepat (misal: di gunakan [harusnya digunakan] dan dijalan [harusnya di jalan]), dan lain sebagainya. Hal-hal semacam ini terlihat sepela, namun dampaknya sangat besar bagi eksistensi bahasa Indonesia. Jika saja ada satu pemuda tidak tahu bahasa alay tersebut, kemudian karena ia melihat status temannya di media sosial yang seperti demikian, ia akan meniru. Mungkin karena anggapan up to date, merasa paling mengikuti zaman, dan alasan lainnya. Jika penirunya hanya satu, mungkin bukan masalah. Tapi jika penuturnya semakin banyak, inilah masalah serius yang dihadapi bahasa Indonesia dan generasi muda. Maka, pantaslah generasi muda menjadi subjek peranan penting dalam hal ihwal bahasa Indonesia. Selain karena mereka tahu betul permasalahannya, tetapi juga karena pemuda adalah harapan paling besar dalam menentukan bahasa Indonesia di masa depan, menentukan identitas bangsa, dan menentukan kemajuan bangsa secara umum.

Selain media sosial, ada pula pengaruh penetrasi budaya yang masuk ke dalam bahasa Indonesia. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi bukan saja wacana tentang IPTEK saja, tetapi juga menjadi faktor penting bagi kehidupan seni dan budaya. Jika saja tidak ada teknologi dari luar, orang Indonesia bisa dipastikan tidak akan kenal dengan istilah cream bath, microphone, slide show, on line, off line, speaker, majelis, kitab, musyawarah, dan lain sebagainya. Artiya, akibat penetrasi budaya, terjadi banyak sekali kosa kata asing yang masuk ke dalam ranah bahasa Indonesia. Apakah perlu dibiarkan saja sesuai aslinya? Tentu tidak. Karena dialek orang Indonesia dan dialek penutur asli tentu akan berbeda. Mungkin bagi kata-kata-kata serapan yang sudah ada jauh-jauh hari, dengan mudah akan dipahami khalayak ramai. Seperti kata ‘musyawarah’ dari ‘musyawarotun’ (Bahasa Arab), dan ‘kitab’ dari ‘kitabun’ (Bahasa Arab). Tapi kalau speaker apa tetap dibaca aslinya? Tentu speaker versi bahasa Indonesia adalah pengeras suara. Pelantang untuk microphone, luring untuk offline, daring untuk online, langir krim untuk cream bath, salindia untuk slide show, dan lain sebagainya. Yang menjadi masalah adalah tidak semua pemuda, bahkan semua orang tahu apa itu langir krim, salindia, luring, daring, dan lainnya. Bagaimana caranya? Lagi-lagi peran generasi muda.

Salah satu upaya untuk mewujudkan generasi muda berbahasa Indonesia yang baik adalah adanya peran duta bahasa. Program yang dilansir oleh Pusat Bahasa ini perlu diapresiasi dengan baik. Dengan adanya Duta Bahasa, syiar bahasa Indonesia bisa disosialisasikan tidak hanya melalui iklan atau media internet, tetapi juga bisa dilakukan di lapangan. Duta Bahasa memiliki peran aktif dalam memasyarakatkan (lagi) bahasa Indonesia di kalangan generasi muda khususnya, baik dengan cara dakwah sosial media, maupun mengadakan even-even khusus yang berkaitan dengan kebahasaan, namun dikemas dalam atmosfer yang unik dan teen style. Nilai positif lainnya juga adanya penginformasian mengenai, misalnya, ada kosa kata baru dalam bahasa Indonesia, kata serapan baru, program-program pelestarian bahasa daerah, dan lain sebagainya. Secara umum, menyelamatkan kembali bahasa Indonesia dari ancaman-ancaman kebudayaan yang ada bukanlah tugas Duta Bahasa semata, tetapi juga generasi muda secara umum. Karena bagaimanapun, bahasa Indonesia adalah bahasa nasional yang secara jelas tercatat diakui dan dijunjung tinggi oleh pemuda-pemudi, sebagaimana tertera dalam butir Sumpah Pemuda 1928. Bahasa adalah Jati Diri.

Ayo Lestarikan!

Komentar