Seperti Ibnu Batutah, Saya Kembali ke Kairo

Ketika saya masih sekolah di Kairo, ada satu indikator yang secara tidak tertulis menjadi penanda bahwa seorang mahasiswa Indonesia termasuk “anak orang berada”: orang tuanya bisa hadir di acara wisuda. Dalam konteks ribuan kilometer jarak dari Indonesia ke Mesir, dan ongkos perjalanan yang tidak murah, kehadiran orang tua dalam seremoni akademik itu bukan hanya bentuk kasih sayang, tapi juga simbol kekuatan finansial. Di antara banyaknya mahasiswa yang bahkan belum tentu pernah bertemu langsung dengan orang tuanya sejak pertama kali menjejakkan kaki di negeri para nabi ini, mereka yang bisa memeluk keluarganya saat kelulusan adalah pemandangan langka sekaligus mewah. Indikator lainnya juga mudah dikenali: punya kamar sendiri di rumah kontrakan, atau bahkan menyewa satu rumah untuk ditempati sendirian. Ini terdengar sepele, namun di tengah-tengah mahasiswa Indonesia di Mesir yang mayoritas hidup menghemat, tinggal sendirian di sebuah rumah tanpa patungan adalah sebuah kemewahan yang ti...

Belajar Man Jadda WaJada bersama Ahmad Fuadi

KAIRO, (MGL).- Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) Kairo, Mesir, menggelar acara seminar dan dialog interaktif bersama penulis Ahmad Fuadi, di Auditorium Hadiqoh Dauliyah Kairo, Mesir, pada hari Sabtu (22/03). Acara yang dimulai dari pukul 17.00 waktu setempat ini bertajuk  “The Power of Man Jadda Wa Jada”.  Selama acara berlangsung, tampak para pelajar, mahasiswa, dan masyarakat Indonesia serta beberapa mahasiswa dari Malaysia dan Singapura tampak antusias mengikuti rangkaian acara tersebut.

Acara yang berlangsung sekitar empat jam ini merupakan kegiatan motivasi yang disampaikan Ahmad Fuadi lewat pengalaman hidupnya selama mondok di Pondok Modern Gontor, pengalaman belajar di luar negeri, dan seputar dunia kepenulisannya. Dalam materinya, ia menuturkan bahwa niat yang kuat jika dibarengi usaha yang maksimal, maka akan membuahkan hasil yang maksimal. “Harus berani lebih dari yang lain. Jika usaha kita lebihkan, maka hasilnya pun akan Allah lebihkan” tuturnya.

Selain usaha dan doa, tambahnya, niat yang kuat serta kerja keras dan konsistensi merupakan beberapa hal yang sepatutnya dilakukan untuk menggapai apapun yang diinginkan. Menurutnya, meskipun hasilnya tidak selalu sesuai harapan, tapi pola pikir yang husnu dzan adalah cara terbaik untuk menyikapinya. Bahkan, bagi seorang A. Fuadi, kegagalan dan segala rintangan merupakan sebuah energi untuk berusaha lebih lagi. 

Dalam acara ini, penulis novel trilogi Negeri 5 Menara ini juga mengajak peserta seminar untuk menuangkan segala hal dalam bentuk tulisan. Menurutnya, tulisan adalah media yang mampu membuat penulisnya awet muda, dan dapat dikenang sepanjang masa. Baginya, untuk menjadi penulis yang baik tidak cukup hanya mampu menulis dengan baik, tapi juga harus memiliki akses, jaringan, dan mampu menciptakan karya yang sesuai dengan selera pasar.  Mantan wartawan ini juga menuturkan,  permasalahan dunia kepenulisan di Indonesia secara umum adalah banyaknya orang yang mampu menulis dengan baik, tapi hanya sebagian kecil yang punya keberanian untuk mengirimkannya ke penerbit-penerbita skala nasional. 

Selain acara seminar dan dialog interaktif, acara ini juga dimeriahkan oleh Insan Nasyid dan Nuzha Accapela yang masing-masing membawakan dua buah lagu. Selain itu, bazar makanan dan buku-buku karya Ahmad Fuadi juga turut mewarnai suksesnya acara tersebut. [] Azuz.


Komentar