Kelakar Tinggal di Amerika tapi Gak Mahir Berbahasa Inggris

Meski hidup berpuluh-puluh tahun di Amerika, ternyata banyak pendatang yang gak mahir berbahasa Inggris. Semangat untuk sukses di perantauan memang besar di kalangan perantau, tapi semangat untuk belajar adalah hal yang lain. Ada kalanya saya heran ketika ngobrol dengan bapak-bapak atau ibu-ibu yang sudah puluhan tahun tinggal di Amerika, tapi kok bahasa Inggrisnya biasa saja. Padahal eksposur terhadap bahasa Inggris sangatlah tinggi. Dari sesederhana disapa orang di jalan, slogan dan petunjuk arah di tempat umum, sampai hal-hal yang kompleks seperti ketersediaan buku, media, tontonan, sampai komunitas-komunitas akademik, semuanya serba bahasa Inggris dan sangat mungkin untuk bisa diakses. Tapi kalau dipikir-pikir, orang Indo yang tinggal di Indo berpuluh-puluh tahun pun tidak ada garansi mereka bisa mahir berbahasa Indonesia. Entah bahasa lisannya atau tulisannya, gak jarang kita temui orang-orang Indonesia yang belibet dan sulit dimengerti ketika berkomunikasi dengan bahasanya sendir

Mudahnya Ngurus Visa On Arrival di Oman


Hasil gambar untuk visa on arrival oman

Beberapa waktu yang lalu, saya sempat melakukan penerbangan yang transitnya di Muscat, Oman. Awalnya gak kepikiran untuk mengunjungi negara ini, karena gak pernah ada wawasan papun sebelumnya soal negara ini. Tapi ketika dapet info bahwa paspor Indonesia bisa dapet Visa On Arrival (VOA) di Oman, saya jadi mulai tertarik. Plus, waktu itu dapet tiket paling murah yang transitnya sampe 20 jam. 

Dengan bekal bisa VOA dan transit lama itu, saya mulai googling tentang Transit Layover di Muscat. Karena di beberapa negara, penumpang yang transitnya lama bisa keluar bandara untuk city tour (seperti di Turki dan Qatar) secara gratis, atau ada juga yang berbayar. Hasil googling itu menunjukkan beberapa versi. Ada yang bilang visa transit itu gratis asal transitnya di atas 8 jam. Ada juga yang katanya bayar sebagaimana visa turis biasa. Cuma karena penjelasan yang pertama itu sangat rinci dan "kok keknya bener banget", saya percaya aja.

Hari H-pun tiba. Saya terbang dari Cairo ke Muscat, mendarat subuh hari. Nyampe pintu kedatangan, saya mendatangi Information Desk untuk nanya-nanya soal program layover itu. Si teteh-teteh Arab yang ada di desk itu agak judes, atau lebih tepatnya gak seramah dan sebersahabat orang Indonesia kalo kerja sebagai petugas informasi. Kata si teteh Arab itu, City Tour Layover memang ada dan visanya bisa gratis kalau kamu terbangnya pake Business Class ke atas. Nah gue? Udah mah pake Ekonomi, tiket promo paling murah pula! Syedih!

Sedikit kecewa sih karena dapet info yang gak akurat. Tapi daripada belasan jam di bandara gak puguh, akhirnya saya pun memutuskan untuk pergi ke loket VOA dan membayar visa di sana. Biayanya 20 Real Oman (OMR), atau setara 57 USD. Meskipun cuma kepakenya 20 jam doang, visa ini sebenarnya berlakunya bisa sampai 30 hari di Oman. Sayang beud. Prosesnya sangat cepat, langsung dikasih struk pembayaran, dibawa ke desk imigrasi, lalu sampailah di hall kedatangan yang penuh dengan kios-kios travel, penukaran uang, rental mobil, dan beberapa kedai makanan cepat saji.

Waktu itu saya sebenarnya sudah melakukan reservasi penyewaan mobil di Sixt Rental Car via online. Bahkan ketika saya ke sana pun, nama saya pun sudah ada di meja si mbak-mbak petugasnya. Tapi prosedurnya harus menyerahkan Kartu Kredit, sementara saya hanya punya Kartu Debit. Udah dirayu segimana pun, katanya gak bisa. Yaudah lah, mau gimana lagi akhirnya saya pakai transportasi lain buat keliling-keliling Kota Muscat. 

Kira-kira ada keseruan apa di Muscat? Apa aja yang mesti dilakukan dan tips-tips hemat di Muscat? InsyaAllah di tulisan selanjutnya ya ;)

04 Maret 2018.  

Komentar