Meja Makan Bu Febri

Ketika pertama kali bertemu Bu Febri di kantin basement kantor, Maret 2023 lalu, saya mendapati kesan bahwa ia adalah sosok yang judes, galak, dan dingin. Waktu itu Pak Ario memperkenalkan saya sebagai staf baru, dan responnya nampak biasa saja. Tidak nampak antusias, tidak nampak menyambut, biasa saja. Saat itu ia sedang menikmati menu takjil, kebetulan kami berkenalan di saat acara buka puasa bersama. Tentu saja kudapan takjil lebih menggoda dibanding berkenalan dengan staf baru ini. Setelah basa-basi pendek soal nama panggilan saya, pertanyaan pertamanya menggelegar cepat: “Lu bisa ngedit video, gak? Kalo bisa, nanti bisa bantuin Arya di Pensosbud.” Saya gak tahu jawaban apa yang ia harapkan dengan pertanyaan “bisa ngedit video”, dan saya tidak tahu siapa manusia bernama “Arya” tersebut. Apakah yang dimaksud adalah sebatas cut & trim video , atau editing sebagaimana jika ia melihat konten video Bu Retno Marsudi yang saat itu masih Menteri Luar Negeri. Waktu itu saya belum menjaw...

Course Note: Siapa penanggungjawab pelayanan yang buruk?


Pernahkah kamu dapat pelayanan kurang memuaskan dari petugas loket Atdik atau konsuler? Dalam konteks itu kira-kira siapa yang paling pas untuk dikritisi? Stafnya atau kantornya? Pertanyaan serupa banyak terjadi ketika kita menemukan ketidakpuasan pelayanan dari banyak jasa yang kita pakai sehari-hari. Dalam hari-hari yang kurang bersahabat, mungkin saja kita bertemu dengan kasir supermarket yang judes, pelayan warung togin yang lambat, tour guide travel yang tidak bisa menjelaskan apa-apa soal destinasi, pelayan warung makan yang salah menyajikan pesanan, tukang tiket yang slow response, admin olshop yang gak sabaran, dan sebagainya.

Kira-kira jika kita mendapati pelayanan yang seperti itu, kepercayaan kita terhadap lembaga/perusahaan/jasa tersebut akan semakin meningkat atau menurun?

Saya merasa beruntung dan bersyukur akhir-akhir ini karena banyak bertemu dengan orang-orang hebat, yang mengenalkan saya pada dunia baru yang menyenangkan. Sejak Januari lalu, saya belajar Public Relation setiap akhir pekan. Kelas-kelas tersebut mendorong saya untuk membuka buku-buku baru dan mebahas topik-topik baru yang penuh tantangan. Salah satu yang menarik adalah soal bagaimana sebuah perusahaan/lembaga/organisasi/bisnis seharusnya melakukan investasi di bidang sumber daya manusianya.

Investasi itu bisa berupa orientasi pemahaman profesional dan etik kepada seluruh karyawan baru, atau peningkatan kualitas untuk karyawan lama. Kata Mrs. Nada, seorang konsultan senior untuk beberapa bank dan hotel di Mesir, sumber daya manusia yang ditingkatkan dalam sebuah lembaga/organisasi/perusahaan tidak hanya akan menguntungkan dari segini profit (jika berorientasi profit), tapi juga menguntungkan perusahaan karena akan memiliki karyawan yang loyal.

Sekarang begini: kita ambil contoh kasus Mat'am Jomblo Berselera. Manajemen mat'am ini melakukan perekrutan karyawan dengan cukup ketat. Mereka memilah koki terbaik dan pelayan terbaik yang ada di lapangan. Setelah mereka direkrut dan mulai bergabung dengan perusahaan, sebaiknya mat'am jangan dulu dibuka jika manajemen belum melakukan orientasi dan pembekalan. Sederhana saja. Dalam skala kecil, pembekalan itu bisa berupa kumpulan kecil yang dipimpin pemilik mat'am. Di kumpulan itu, sang CEO mat'am memaparkan visi misi warung makannya, mengajarkan standar pelayanan yang harus diberikan, mengatur prosedur standar sebagai garis pandu, dan memberikan perhatian-perhatian lain agar pelayanan di warungnya merupakan pelayanan terbaik yang tidak dimiliki oleh warung lain. Hal itulah yang banyak dilakukan perusahaan-perusahaan besar terhadap karyawannya. Sebagai contoh, seketat apapun hotel Hilton merekrut karyawan, mereka tetap akan melakukan pelatihan dan upgrading bagi karyawannya agar semua punya standar pelayanan yang sama sebagaimana Hilton-Hilton lain di seluruh dunia. Iya, tanpa pelatihan pun, karyawan-karyawan itu pasti sudah tahu bagaimana cara melakukan pekerjaannya karena sudah belajar di sekolah atau kampus. Tapi nilai lebih perlu ditambahkan agar produknya hanya menjadi satu dari sejenis di pasaran.


Suatu waktu Saya bertemu Jeff Schultz, seorang analis pemasaran yang mengerjakan banyak proyek real estate di Mesir, India, dan Portugal. Dalam salah satu sesinya, ia bilang bahwa profitabilitas dan kepercayaan publik terhadap suatu perusahaan/organisasi/bisnis selalu bersumber dari nilai non materi ketika produk yang dipasarkan berada di tengah lautan persaingan yang serupa. Istilahnya Red Ocean. Ketika ada sepuluh rumah makan menjual ayam goreng, maka rumah makan butuh alasan lebih kenapa ayam gorengnya lebih istimewa dari yang lainnya. Ketika kesepuluh ayam goreng tersebut ternyata punya rasa enak yang sama, maka pelayanan yang ditawarkan akan menjadi alasan alternatif, bahkan alasan utama mengapa orang mau datang dan membeli ayam goreng tertentu. Orang bisa datang ke Mesir berkali-kali dengan agen travel yang sama hanya karena pelayanan travel tersebut selalu lebih ramah dan tidak ngemis tip, misalnya. Sekalipun ada travel lain yang lebih murah, orang akan tetap menggunakan jasa travel tersebut karena alasan pelayanan. 

Tapi bagaimana caranya menciptakan dan menghadirkan pelayanan yang baik itu? Itulah tanggung jawab perusahaan yang harus dilakukan. Jika petugas pelayanan loket Atdik menyambutmu dengan cemberut, kemungkinannya karena orangnya yang tidak cakap melakukan pelayanan, atau memang lembaga tempat ia bekerja tidak pernah memberikannya pendidikan bagaimana cara melakukan pelayanan. Jika kamu dapati pelayan mat'am nganterin makanan sambil nenteng rokok menyala, kemungkinannya karena ia tidak tahu etika melayani pelanggan, atau memang manajemen mat'amnya tidak pernah mengajarkan itu kepada pegawainya. 

Saya ingat ucapannya Kang Cecep Taufikurrahman waktu Ormaba KPMJB beberapa tahun lalu. Ia bilang, di Mesir ini banyak hal yang potensial untuk jadi hal potensial di masa depan jika kita serius menggelutinya. Jika mau aktif berorganisasi, seriuslah dalam berorganisasi sampai menghasilkan sesuatu. Minimal kelar jabatan bisa ngerti administrasi, ngerti Office, ngerti manajemen, atau ngerti apa kek gitu. Kalau mau bisnis, serius belajar bisnis. Cari tahu ilmunya, cari tahu pengalamannya yang serius biar ada yang bisa diandalkan untuk spektrum yang lebih luas.

Minggu lalu, tugas kelas saya adalah menganalisis prospek pasar jika McDonald Mesir meluncurkan McKoshary sebagai salah satu produk barunya. Dari mulai tahap analisis SWOT sampai pada membuat Press Release. Minggu ini tugasnya adalah membuat rencana kegiatan perusahaan berbentuk Corporate Social Responsibility (CSR) atau Customer Relationship Management (CRM). Ih seru ya belajar begini-beginian. Rasanya seru ketika hidupku tak melulu soal Ilmu Bayan dan I'rob fiil-fiil-an .... 

Senin, 17 Februari 2020



    

Komentar