Kelakar Tinggal di Amerika tapi Gak Mahir Berbahasa Inggris

Meski hidup berpuluh-puluh tahun di Amerika, ternyata banyak pendatang yang gak mahir berbahasa Inggris. Semangat untuk sukses di perantauan memang besar di kalangan perantau, tapi semangat untuk belajar adalah hal yang lain. Ada kalanya saya heran ketika ngobrol dengan bapak-bapak atau ibu-ibu yang sudah puluhan tahun tinggal di Amerika, tapi kok bahasa Inggrisnya biasa saja. Padahal eksposur terhadap bahasa Inggris sangatlah tinggi. Dari sesederhana disapa orang di jalan, slogan dan petunjuk arah di tempat umum, sampai hal-hal yang kompleks seperti ketersediaan buku, media, tontonan, sampai komunitas-komunitas akademik, semuanya serba bahasa Inggris dan sangat mungkin untuk bisa diakses. Tapi kalau dipikir-pikir, orang Indo yang tinggal di Indo berpuluh-puluh tahun pun tidak ada garansi mereka bisa mahir berbahasa Indonesia. Entah bahasa lisannya atau tulisannya, gak jarang kita temui orang-orang Indonesia yang belibet dan sulit dimengerti ketika berkomunikasi dengan bahasanya sendir

Refleksi Modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik


Pada kesempatan kali ini, saya ingin berbagi refleksi pengalaman dan wawasan yang dipelajari dan didapatkan dari Modul 2.3 tentang Coaching. Tulisan ini saya buat sebagai dokumentasi dari pengalaman, gagasan, dan perasaan saya selama mempelajari modul ini. Harapannya bisa menjadi manfaat bagi siapapun yang membacanya, baik untuk diri saya sendiri, maupun untuk orang lain.

Facts (Peristiwa)

Terdapat beberapa aktivitas pembelajaran dalam Modul 2.3, antara lain dimulai dengan menjawab serangkaian pertanyaan pemantik untuk merefleksikan diri bagaimana supervisi di sekolah tempat saya bekerja diterapkan. Di bagian Eksplorasi Konsep, kita belajar tentang perbedaan coaching, mentoring, konseling, fasilitasi, dan training. Secara lebih dalam kita belajar apa itu coaching secara umum dan bagaimana konsep ini diimplementasikan dalam dunia pendidikan. Di samping itu, kita juga belajar untuk membedakan antara konsep coaching, kolaborasi, konsultasi, dan evaluasi dalam rangka memberdayakan rekan sesama guru. Materi ini terkesan menarik karena turut disajikan dalam media video yang dapat mempermudah pemahaman CGP dalam memahami materi yang sedang didiskusikan. 

Kompetensi inti dari Coaching dapat secara mudah dipahami melalui istilah TIRTA. TIRTA merupakan singkatan untuk Tujuan, Identifikasi, Rencana Aksi, dan Tanggung Jawab. Selain lebih mudah dihafal, singkatan ini juga secara independen memiliki makna yang bagus: tirta, air. Harapannya agar konsep ini bisa mengalir seperti air. Komunikasi yang mengalir lancar sampai hilir yang diharapkan. 

Coaching pada hakikatnya bermakna kehadiran penuh akan apa yang disampaikan oleh coachee, menjadi pendengar yang baik, dan aktif berpartisipasi dengan memberi tanggapan atau pertanyaan. 

Modul 2.3 juga membahas tentang membuat rencana aksi, melakukan refleksi, memecahkan masalah, dan melakukan kalibrasi.

Feelings (Perasaan)

Saya merasa sangat antusias untuk mengikuti kegiatan CGP secara umum, dan mempelajari modul demi modul secara khusus. Terlebih dalam modul ini yang membahas tentang coaching, membuat saya semakin penasaran tentang bagaimana cara menjadi coach yang baik di dalam proses pembelajaran bersama siswa. 

Findings (Pembelajaran)

Modul 2.3 punya muatan bertenaga yang membawa banyak informasi, pengetahuan, dan pengalaman belajar bagaimana menjadi coach yang baik, dan bagaimana supervisi akademik dapat membantu secara langsung dan tidak langsung dalam pengembangan diri sendiri dan rekan sejawat.

Future (Penerapan)

Coaching dinilai sangat dibutuhkan untuk mengatasi berbagai dinamika yang terjadi di lingkungan sekolah. Misalnya dalam penanganan anak yang malas belajar, atau potensi diri siswa yang terlambat berkembang, coaching sangat diperlukan oleh semua guru. Dengan mempelajari coaching dengan baik, diharapkan semua guru dapat menjadi coach yang baik bagi para muridnya.


Komentar