Sekelumit Cerita Membesarkan Anak di Amerika

Katanya, membesarkan anak di Amerika itu harus punya mental seperti membesarkan seekor burung: kalau anaknya sudah besar, orang tua harus rela melepasnya untuk terbang jauh. Sebab anak-anak yang dianggap sudah dewasa dan punya pekerjaan sendiri, mereka tidak akan lagi tinggal di rumah orang tuanya. Mereka akan menjadi 'manusia' sendiri dengan dunianya sendiri, cita-citanya sendiri, tujuan hidupnya sendiri, agamanya sendiri, prinsip-prinsip sendiri, bahkan bisa jadi, orang tua adalah "orang lain" yang dalam banyak aspek tidak bisa sembarangan berinteraksi, berintervensi, atau mengambil keputusan apapun soal hidup anaknya yang sudah dewasa. Saya berulang kali mendengar cerita itu ketika duduk makan dengan Pak Wakidi, pemilik rumah yang rumahnya saya sewa dan tinggali di Amerika. Anak pertamanya sudah tinggal dan bekerja sendiri di kota yang butuh 6 jam perjalanan pesawat dari DC. Jika Pak Wakidi ingin bertemu dengan anaknya, ia harus menghubunginya dulu, membuat janji d

Refleksi Modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik


Pada kesempatan kali ini, saya ingin berbagi refleksi pengalaman dan wawasan yang dipelajari dan didapatkan dari Modul 2.3 tentang Coaching. Tulisan ini saya buat sebagai dokumentasi dari pengalaman, gagasan, dan perasaan saya selama mempelajari modul ini. Harapannya bisa menjadi manfaat bagi siapapun yang membacanya, baik untuk diri saya sendiri, maupun untuk orang lain.

Facts (Peristiwa)

Terdapat beberapa aktivitas pembelajaran dalam Modul 2.3, antara lain dimulai dengan menjawab serangkaian pertanyaan pemantik untuk merefleksikan diri bagaimana supervisi di sekolah tempat saya bekerja diterapkan. Di bagian Eksplorasi Konsep, kita belajar tentang perbedaan coaching, mentoring, konseling, fasilitasi, dan training. Secara lebih dalam kita belajar apa itu coaching secara umum dan bagaimana konsep ini diimplementasikan dalam dunia pendidikan. Di samping itu, kita juga belajar untuk membedakan antara konsep coaching, kolaborasi, konsultasi, dan evaluasi dalam rangka memberdayakan rekan sesama guru. Materi ini terkesan menarik karena turut disajikan dalam media video yang dapat mempermudah pemahaman CGP dalam memahami materi yang sedang didiskusikan. 

Kompetensi inti dari Coaching dapat secara mudah dipahami melalui istilah TIRTA. TIRTA merupakan singkatan untuk Tujuan, Identifikasi, Rencana Aksi, dan Tanggung Jawab. Selain lebih mudah dihafal, singkatan ini juga secara independen memiliki makna yang bagus: tirta, air. Harapannya agar konsep ini bisa mengalir seperti air. Komunikasi yang mengalir lancar sampai hilir yang diharapkan. 

Coaching pada hakikatnya bermakna kehadiran penuh akan apa yang disampaikan oleh coachee, menjadi pendengar yang baik, dan aktif berpartisipasi dengan memberi tanggapan atau pertanyaan. 

Modul 2.3 juga membahas tentang membuat rencana aksi, melakukan refleksi, memecahkan masalah, dan melakukan kalibrasi.

Feelings (Perasaan)

Saya merasa sangat antusias untuk mengikuti kegiatan CGP secara umum, dan mempelajari modul demi modul secara khusus. Terlebih dalam modul ini yang membahas tentang coaching, membuat saya semakin penasaran tentang bagaimana cara menjadi coach yang baik di dalam proses pembelajaran bersama siswa. 

Findings (Pembelajaran)

Modul 2.3 punya muatan bertenaga yang membawa banyak informasi, pengetahuan, dan pengalaman belajar bagaimana menjadi coach yang baik, dan bagaimana supervisi akademik dapat membantu secara langsung dan tidak langsung dalam pengembangan diri sendiri dan rekan sejawat.

Future (Penerapan)

Coaching dinilai sangat dibutuhkan untuk mengatasi berbagai dinamika yang terjadi di lingkungan sekolah. Misalnya dalam penanganan anak yang malas belajar, atau potensi diri siswa yang terlambat berkembang, coaching sangat diperlukan oleh semua guru. Dengan mempelajari coaching dengan baik, diharapkan semua guru dapat menjadi coach yang baik bagi para muridnya.


Komentar