Khutbah Jumat - Empat Hal untuk Menggapai Kesempurnaan Puasa

Khutbah I Kesempurnaan Puasa شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْققَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗوَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخخَرَ ۗيُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖوَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ Hadirin rahimakumullah Puasa adalah salah satu upaya kita untuk menggapai ketakwaan. Setelah segala upaya kita dalam menjalankan puasa, mulai dari bangun sahur, menahan lapar dan dahaga, menahan nafsu, serta mengisi puasa ini dengan berbagai kerja-kerja kebaikan, kita sangat berharap bahwa puasa kita bisa berjalan dengan sempurna. Sempurna dalam waktunya: waktu imsaknya, waktu iftarnya, hari mulainya, juga hari lebarannya. Pun sempurna dalam pelaksanaannya.  Dalam kesempatan yang baik ini, khatib ingin bicara tentang kesempurnaan puasa dari segi pelaksanaanya. Ba

Arbain Ilmiyyah: Hadis Panjang dalam Sajian Singkat Padat Seputar Ilmu

Judul Kitab: Kitab Al-Arba’in Al-’Ilmiyyah, (al mukhtarat min al-kutub as-sittah)

Penyusun: KH. R. Marpu Muhyidin Ilyas, MA.

Penerbit: Taqaddum Press, 2021

___

Kitab Arba’in Ilmiyyah, sebagaimana namanya, merupakan sebuah kitab yang berisi empat puluh hadis pilihan yang diambil dari berbagai sumber sahih. Penyematan lema “‘ilmiyyah” menunjukkan benang merah dari keempat puluh hadis tersebut, semuanya berbicara dalam konteks keilmuan.

Secara sistematis, kitab ini dikategorikan ke dalam beberapa topik yang berkaitan dengan ilmu. Antara lain tentang Niat Ilmu, Keutamaan Ilmu, Keutamaan Belajar, Sumber Ilmu, Metode Pengajaran, Keutamaan Mencari Ilmu, Keutamaan Orang Berilmu, Metode Belajar, Fatwa Ilmu, Hilangnya Ilmu, dan Doa terkait Ilmu.

Penyusun kitab ini mengklaim bahwa keempat puluh hadis yang disajikan merupakan kaidah-kaidah mendasar dalam pusaran tema keilmuan. Hal tersebut secara implisit mempertegas konklusi bahwa Rasulullah saw. telah menentukan garis-garis tegas tentang bagaimana ilmu dipandang dan diimplementasikan dalam kehidupan berdasarkan kacamata Islam.

Hadis-hadis dalam kitab ini disajikan dalam bentuk yang ramping dan sederhana. Dalam artian, setiap hadis dalam kitab ini tidak ditulis lengkap dengan perawinya sampai detail. Bahkan beberapa hadis tidak ditampilkan dalam bentuk matan yang lengkap, tapi hanya berupa penggalan matan yang dinilai, hanya yang berkaitan dengan ilmu saja yang diambil. Hal ini, barangkali, bertujuan agar sajian dalam kitab ini lebih ringkas dan mudah untuk dicerna. Adapun bagi yang menginginkan detail lebih lengkap, cukup merujuk pada sumber asli hadis tersebut. Karena meskipun ringkas, sumber asli dan rujukan utamanya tetap dicantumkan.

Kitab ini punya cara penyajian yang serius, namun kasual. Serius dalam artian punya metode yang ilmiah dan empiris dalam proses penyusunannya. Suatu kerja akademik yang patut diapresiasi, mengingat bukan hal yang mudah untuk membaca dan mengkurasi sekian puluh bahkan mungkin ratus sumber, dengan ratusan bahkan ribuan hadis yang ada, untuk kemudian diringkas menjadi empat puluh saja. Namun juga disebut kasual, karena kitab ini amat sangat sederhana, hanya menampilkan hadis-hadis tanpa penjelasan sedikit pun. Kitab ini akan menjadi mudah dipahami maksud dan tafsirannya hanya jika setelah pembaca mendapat penjelasan langsung dari seorang guru. Pun di bagian referensinya, kitab ini tidak bisa dikategorikan buku yang ditulis untuk tujuan akademik, karena beberapa prasyarat seperti daftar pustaka dan judul per kategori topik tidak disajikan. 

Selain sajiannya yang ringkas tanpa penulisan rawi yang panjang, penyusun juga ‘memanjakan’ pembaca dengan mencantumkan keterangan di bagian bawah hadis, bahwa (dalam beberapa hadis,) hadis yang sama atau serupa juga dimuat di sumber lain, atau dari periwayat lain entah dengan di bawah bab sama, entah dalam bab yang berbeda. Misalnya pada hadis nomor pertama, di bagian awal hadis dituliskan bahwa matan (teks hadis) yang disajikan merupakan riwayat dari Imam Abu Hurairah. Lalu di bagian bawah hadis dituliskan bahwa matan tersebut juga diriwayatkan oleh Imam Muslim, namun dalam bab yang berbeda, di mana Imam Abu Hurairah menyimpannya dalam Bab Ilmu, sementara Imam Muslim menyimpannya dalam Bab Riya. Hal ini merupakan suatu keuntungan, utamanya bagi pembaca akademisi/peneliti, sehingga bisa mencari referensi secara kilat tanpa perlu bereksplorasi di tumpukan kitab hadis yang banyak dan beragam. 

Sebagian besar matan hadis dalam kitab ini ditampilkan utuh, namun sebagian lainnya hanya dalam bentuk potongan matan, yang hanya dinukil pada bagian yang berkaitan dengan ilmu saja. Misalnya pada hadis nomor pertama, disajikan hadis yang diriwayatkan Imam Abu Hurairah, bahwa Rasulullah mengatakan ada tiga orang yang pertama kali akan dimintai pertanggungjawaban pada hari kiamat. Dari tiga orang itu, dalam kitab ini hanya disebutkan orang nomor tiga yaitu orang yang mencari ilmu dan mengajarkannya, serta membaca Alquran, tapi niatnya bukan karena Allah swt. Padahal dalam sumber aslinya, hadis tersebut menyebutkan orang pertama adalah orang yang mati di medan perang tapi niatnya bukan untuk membela agama (tapi supaya disebut pemberani), dan yang kedua adalah orang kaya yang berinfak tapi niatnya supaya disebut dermawan oleh sesama manusia. Dua orang pertama dalam hadis itu tidak disebutkan dalam sajian hadis versi kitab ini, karena konteksnya dinilai tidak selaras dengan tema besar “Ilmiyyah” yang diusung.

Bisa dibilang, kitab ini merupakan ringkasan sederhana bagi siapa saja yang membutuhkan referensi utama dalam bahasan seputar ilmu. Buku ini masih sangat amat mentah untuk dipublikasikan ke publik yang lebih luas, mengingat tidak adanya penjelasan sedikit pun mengenai tafsiran dari setiap hadis yang ada. Beberapa hadis akan mudah dipahami hanya berdasarkan teksnya saja. Tapi beberapa hadis lainnya akan sulit dipahami pembaca awam jika tidak dibarengi dengan penjelasan. Kondisi yang sulit dipahami pembaca terjadi pada hadis Ke-14 (matannya hanya berisi, “intanshit an-naas!” / “kondisikan orang-orang!”). Tanpa dibarengi kalimat deskripsi tentang apa yang melatarbelakangi Rasul mengatakan demikian, konteksnya sulit dipahami pembaca.

Jika kitab ini bertujuan untuk dijadikan pegangan guru dalam mengajar, maka sang guru perlu melakukan adaptasi dan adjustifikasi dalam implementasinya di ruang kelas. Pasalnya, beberapa hadis dalam kitab ini punya muatan yang segmentatif, tidak akan mudah dipahami oleh semua usia. Misalnya pada hadis Ke-26 yang bicara soal tiga orang yang mendapatkan pahala dua kali lipat. Salah satunya yaitu seorang laki-laki yang mengajarkan adab kepada hamba sahayanya sampai ia jadi beradab, lalu mengajarkan ilmu sampai ia terdidik baik, lalu sampai ia menikahinya. Konteks ini mungkin akan mudah dipahami siswa usia SLTA ketika dijelaskan sang guru, namun menjadi kendala ketika harus disampaikan di hadapan pembelajar yang masih usia puber. Entah dari penjelasan apa itu hamba sahaya, sampai bagian apa yang dimaksud “menikahinya”.

Kitab ini lebih cocok disebut sebagai modul pegangan santri yang akan mengaji dengan gurunya di majelis tertentu. Untuk memenuhi kebutuhan literasi yang semakin ke sini semakin mendorong pembelajaran untuk independen, kitab ini belum memenuhi kebutuhan tersebut. Namun demikian, kitab ini punya harapan dan prospek yang cerah untuk dilengkapi, diperbaiki, dan diterbitkan secara lebih luas. Kitab ini punya nilai “one of a kind” yang cocok untuk dunia pendidikan, sehingga ke depannya akan lebih banyak pelajar dan pembelajar yang tersadarkan bahwa perhatian Rasulullah terhadap dunia pendidikan amat sangat besar dan mendetail.


Komentar