Khutbah Jumat - Empat Hal untuk Menggapai Kesempurnaan Puasa

Khutbah I Kesempurnaan Puasa شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْققَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗوَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخخَرَ ۗيُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖوَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ Hadirin rahimakumullah Puasa adalah salah satu upaya kita untuk menggapai ketakwaan. Setelah segala upaya kita dalam menjalankan puasa, mulai dari bangun sahur, menahan lapar dan dahaga, menahan nafsu, serta mengisi puasa ini dengan berbagai kerja-kerja kebaikan, kita sangat berharap bahwa puasa kita bisa berjalan dengan sempurna. Sempurna dalam waktunya: waktu imsaknya, waktu iftarnya, hari mulainya, juga hari lebarannya. Pun sempurna dalam pelaksanaannya.  Dalam kesempatan yang baik ini, khatib ingin bicara tentang kesempurnaan puasa dari segi pelaksanaanya. Ba

Ciri-ciri orang yang dicintai Allah Swt. - Khutbah Jumat


Capaian tertinggi seorang yang bertakwa adalah kecintaan Allah swt kepadanya. Kecintaan Allah kepada seorang hamba adalah puncak pencapaian ketakwaan. Hal ini sangat penting untuk dipahami oleh kita, lalu kita pun berusaha secara sungguh-sungguh untuk mendapatkan cinta itu. 

Kita seringkali mengatakan, “mencintai Allah”, tetapi entah apakah Allah cinta kepada kita atau tidak. Maka sangat penting mengetahui apa saja tanda-tanda kecintaan Allah kepada seseorang.

Tema kecintaan Allah ini telah disebutkan di dalam Al-Qur’an dan hadis, yang Imam Nawawi menghimpunnya sendiri dan menamai ayat-ayat dan hadis-hadis tersebut dengan judul “min alaamaati hubbillahi lil abdi”, ciri atau tanda kecintaan Allah pada seseorang.

Yang pertama disebutkan dalam surah Ali Imran ayat 31, 

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

“Wahai Muhammad saw., katakan pada mereka (orang-orang beriman), jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad). Maka pasti Allah pun akan mencintai kalian, dan Allah pun akan mengampuni segala dosa kalian, karena Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” 

Berdasarkan ayat ini, maka ciri cinta Allah kepada seseorang adalah orang itu akan mengikuti Rasulullah. Ia akan mengikuti, meniru, memodel, meneladani apa yang Rasul lakukan dalam hidupnya. Tetapi tidak mungkin kita bisa meniru Rasulullah, jika kita tidak mengetahui apa-apa perkataan Rasul, apa yang Rasul lakukan, apa yang Rasul setujui, apa yang Rasul inginkan. Untuk tahu semua itu, maka kita harus belajar hadis-hadis Rasulullah. Maka bisa kita katakan, mempelajari hadis-hadis Rasulullah adalah pintu gerbang menuju alamat pertama dicintai Allah. Sangat penting bagi kita untuk menyediakan waktu untuk diri kita, untuk anak-anak kita, untuk keluarga kita,  untuk mempelajari hadis Rasulullah, yang dari situ kita akan tahu, Rasul pernah berkata apa, pernah melakukan apa, pernah membenci apa, sehingga kita punya rambu dan panduan apa yang harus kita ikuti dan teladani dari Rasulullah.

Ciri yang kedua kecintaan Allah kepada seorang hamba, tersurat dalam surah Al-Maidah ayat 54, 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَنْ يَّرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهٖ فَسَوْفَ يَأْتِى اللّٰهُ بِقَوْمٍ يُّحِبُّهُمْ وَيُحِبُّوْنَهٗٓ ۙاَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ 

Ciri yang kedua orang yang dicintai Allah itu akan punya sifat adzillatin alal mu’minin, merendahkan diri di hadapan orang beriman. Dia tidak menyombongkan diri kepada sesama muslim, tapi dia merendah, dia menghormati, bahkan ia memandang muslim yang lain sangat mungkin lebih baik di hadapan Allah dari dirinya sendiri. Dia selalu punya alasan untuk memandang muslim lain lebih baik dari pada dirinya. 

Jika mukmin itu lebih tua darinya, dia akan punya celah berkata, “dia lebih senior usianya, lebih banyak pengalaman belajarnya, ibadahnya lebih banyak, sujud-rukuknya lebih banyak, ia lebih baik daripada saya.”. Ketika melihat mukmin yang lebih muda, ia akan mengatakan, “ia masih muda, masih remaja, dosanya tidak banyak, tidak sebanyak saya, dia lebih baik di hadapan Allah daripada saya.”. Ketika ia melihat mukmin yang lebih bodoh darinya, ia akan mengatakan, “ia memang bodoh. Kalaupun ia maksiat dan dosa, itu karena kebodohannya. Sedangkan saya maksiat dan dosa padahal sudah tahu ilmunya.”. Kalaupun melihat orang yang lebih berilmu, ia akan mengatakan, “pasti dengan ilmunya, mukmin itu akan beribadah lebih benar, pasti mencintai Allahnya lebih benar, pasti ibadahnya lebih besar kemungkinan diterima dibanding cara ibadah saya yang minim ilmu ini.”. Maka, adillatin alal mukminin selalu berpandangan memuliakan sesama mukmin dan merendahkan dirinya sendiri. Kalau bisa begitu, itulah ciri dicintai Allah. Maka orang-orang yang memiliki hati dan pikiran yang seperti itu, lalu kemudian terproyeksi menjadi ucapan yang santun, wajah yang ramah dan berseri, tidak terkesan kata-kata yang merendahkan dan menyepelekan orang, insyaallah itulah mukmin yang dicintai Allah. 

Ciri berikutnya orang yang dicintai Allah, ia akan melakukan semua ibadah fardu dan memperbanyak ibadah sunah. Kalau seseorang selalu dimudahkan untuk melaksanakn ibadah-ibadahnya, bahkan ibadah sunnah sekalipun, berarti ia sedang dicintai Allah. Maka jika kita ingin dicintai Allah, kita perbaiki amal fardu, pastikan itu bener, itu menjadi prioritas utama. Setelah atau bersamaan dengan lengkap dan sempurna amal fardu, perbanyak amal sunah. Jangan jadi terbalik! Sibuk dengan amal sunah, menyepelekan amal wajib, itu adalah ketertipuan. 

Yang ketiga ciri dicintai Allah, dikisahkan ketika Rasulullah mengirim pasukan perang Sariyyah, di mana saat itu Rasul tidak ikut, ada seorang komandan perang sekaligus jadi imam salat. Setiap jadi imam salat, salatnya menjadi lebih lama karena tiap rakaat salat, dia membaca surat Al-Ikhlas, “Qul huwa Allah ..” setelah bacaan surat pilihan.

Setelah sampai ke Madinah, para sahahat mengeluh bahwa orang ini kelamaan kalau mengimami salat, karena setelah membaca surat tiapo rakaat, selalu ditambah surat Al-Ikhlas. Para sahabat mengeluh, “Ya Rasul, padahal kita dalam perjalanan perang!”. Lalu apa kata Rasul? “Panggil dan tanya orang itu! Kenapa setiap selesai satu surah, ia nambah dengan surah Al-Ikhlas.” Apa kata orang itu? Surat itu berbicara tentang sifat-sifat Allah yang utama. Bahwa Allah Ash-Shomad, bahwa Allah Lam yalid walam yulad, Maka aku, kata imam itu, suka surat ini, karena berisi sifat-sifat utama Allah. Jadi motivasi dia membaca surah Al-Ikhlas karena ia cinta dengan sifat-sifat Allah yang ada dalam surah itu. Kendati para sahabat mengeluhkan kondisi itu, justru Rasul berkata, “Akhbiruuhu annallaha yuhibbuhu!”, tolong kabari ia bahwa Allah mencintainya (juga).

Hadis ini menjadi salah satu alasan dari keistimewaan surah Al-Ikhlas. Kita dianjurkan untuk sering membacanya dalam rakaat salat, semata-mata bukan karena jumlah ayatnya yang pendek dan sedikit, tapi harus dibarengi dengan memahami dan mencintai makna yang terkandung dalam surah ini.

Itulah ciri-ciri kecintaan Allah kepada seorang hamba. Kata Imam An-Nawawi, kita dianjurkan untuk melakukan ciri-ciri tadi, raih ciri-ciri tadi, dan itulah cara kita meraih kecintaan Allah. Allah memberi tahu ciri-cirinya, logikanya kita lakukan itu seolah-olah kita melayakkan diri dulu di hadapan Allah sehingga suatu saat besar kemungkinan dianggap layak untuk mendapatkan cinta Allah swt.

(Materi ini disampaikan dalam Khutbah Jumat, 9 Juni 2023, di KBRI Washington D.C. Materi disarikan dari berbagai sumber)

Komentar