Khutbah Jumat - Lima Tingkatan Balasan Amal Manusia

Khutbah I Puncak dari keistimewaan seorang hamba dalam melakukan suatu pekerjaan adalah ketika amal/pekerjaan itu diniatkan hanya untuk Allah Swt. Akan tetapi dalam perjalanannya, mencapai tingkatan itu tidak selalu mudah bagi setiap orang. Karenanya para ulama banyak membolehkan jika ada di antara kita yang melakukan suatu pekerjaan, atau suatu amal, dengan mengharapkan pahala atau balasan yang Allah janjikan.  Ada banyak ayat dan hadis yang menunjukkan bentuk dan tingkatan balasan bagi amal yang dilakukan seorang hamba. Rasulullah saw. sendiri dalam salah satu hadisnya menyebutkan tingkatan-tingkatan tersebut. Antara lain dalam hadits yang diriwayatkan oleh ath-Thabrani: الْأَعْمَالُ خَمْسَةٌ: فَعَمَلٌ بِمِثْلِهِ، وَعَمَلٌ مُوجِبٌ، وَعَمَلٌ بِعَشْرَةٍ، وَعَمَلٌ بِسُبْعُ مِائَةٍ، وَعَمَلٌ لَا يَعْلَمُ ثَوَابَ عَامِلِهِ إِلَّا اللَّهُ   “(Balasan) bagi amal-amalan/pekerjaan itu ada lima (tingkatan). Ada amal yang dibalas dengan yang semisalnya, ada amal yang mewajibkan, ada amal yang d

Khutbah Jumat - Meneladani Akhlak Rasulullah saw.

Khutbah I

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ ٱللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ 

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah

Ketika Rasulullah saw. terlahir di dunia, seorang budak perempuan bernama Tsuwaibah milik paman nabi, Abu Lahab, segera pulang ke rumah majikannya dan mengabarkan kelahiran Rasulullah saw. Tsuwaibah menyampaikan kabar bahwa seorang anak laki-laki telah lahir dari keluarga Abdullah, yang mana Abdullah adalah saudaranya Abu Lahab, dan anak itu diberi nama Muhammad. Di momen itu, Abu Lahab yang notabene hidup dan mati sebagai seorang kafir, sangat senang dan bergembira dengan kelahiran itu. Saking gembiranya, ia sampai membebaskan dan memerdekakan Tsuwaibah sehingga tidak jadi budak lagi. Padahal dia seorang kafir, bahkan bukan sekadar kafir, tapi sampai diabadikan Al-Qur’an dalam surat Al-Lahab,

تَبَّتْ يَدَآ اَبِيْ لَهَبٍ وَّتَبَّۗ

“Celakalah/binasalah kedua tangan Abu Lahab dengan sebenar-benarnya binasa!” 

Tapi ketika mendengar kabar kelahiran Rasulullah saw., Abu Lahab senang dengan kelahiran itu.


Sampai satu waktu, satu hadis turun sebagaimana diriwayatkan dalam Sahih Imam Muslim, bahwasannya Allah swt. meringankan azab atas seseorang. Orang yang seperti apa? Orang kafir yang bergembira atas kelahiran Rasulullah saw.


Hal yang perlu diperhatikan dalam hadis ini oleh kita, jamaah Jumat sekalian, bahwa Abu Lahab, seorang kafir yang akan Allah ringankan azabnya setiap hari senin (sebagaimana disebutkan dalam redaksi hadis tersebut, karena senin adalah hari kelahiran nabi), Abu Lahab tidak senang karena alasan kedatangan rasul atau utusan dari Allah swt., ia tidak senang atas sesuatu yang berhubungan dengan Allah swt., tetapi kegembiraan yang ia miliki ketika mendengar berita lahirnya Muhammad adalah atas dasar hubungan nasabnya, kekerabatannya, garis darah keluarganya. Ia bergembira karena Muhammad adalah anak dari saudaranya, karena Muhammad adalah keponakan barunya, seorang bayi yang menjadi anggota baru di keluarga besarnya. Kegembiraannya bukan karena hubungan dengan Allah swt., bukan karena Muhammad adalah seorang nabi, tapi kegembiraan ini, meski hanya karena alasan nasab, Allah tidak melupakannya. Kegembiraan ini yang menjadi alasan Allah berkehendak untuk meringankan azabnya. Padahal sebagaimana kita pelajari, Abu Lahab adalah manusia yang datang kepadanya kecaman dan janji kebinasaan dalam neraka secara kekal.


Lalu sekarang kita bayangkan, jamaah sekalian, jika kegembiraan Abu Lahab atas kelahiran Rasulullah saw. bisa membuatnya demikian, sampai Allah ringankan siksa-Nya,  bagaimana dengan seseorang yang muslim, yang bergembira atas kelahiran Rasulullah saw. sepanjang hidupnya, dan meninggal dalam keadaan bertauhid? Bayangkan, kebahagiaan macam apa yang akan didapatkan oleh seseorang yang di sepanjang hidupnya merasa senang dengan gembira dengan kehadiran Rasulullah saw.?

Maka, jamaah sekalian, berbahagialah dengan kelahiran dan kehadiran Rasulullah saw. dalam hidup kita. Sampaikan kabar gembira ini kepada diri sendiri, kepada keluarga, kepada banyak orang, bahwa kita tidak bisa membayangkan bagaimana kegelapan dunia ini jika tidak ada Rasulullah saw., yang dari perjalanan hidupnya, kita belajar bagaimana menjadi manusia yang berakhlak pada diri sendiri, pada sesama manusia, pada alam dan lingkungan, utamanya kita menjadi tahu bagaimana cara kita membangun hubungan dengan Allah swt.


Jamaah jumat rahimakumullah

Pada masa tabiin dulu, (tabiin adalah orang-orang yang pernah bertemu langsung dengan ‘sahabat’, tapi tidak pernah bertemu langsung dengan Rasul. Sementara ‘sahabat’ adalah orang-orang yang pernah hidup semasa dan bertemu langsung dengan Rasul. Pada masa tabiin, diriwayatkan ada seorang tabiin yang berkelakar kepada seorang sahabat yang ditemuinya. Seorang tabiin itu bilang, “Enak, ya, zamanmu dulu, kamu bisa mencintai Rasulullah dan bisa ketemu langsung dengan Rasulullah. Bisa melihat langsung bagaimana fisiknya juga akhlaknya.” Lalu sahabat tersebut langsung menjawab, “Jangan dipikir enaknya aja. Justru mencintai Rasul pada waktu itu, kita harus berkorban raga, berselisih dengan keluarga, berpisah dengan anak istri, tidak akur dengan tetangga, mengeluarkan banyak harta benda, karena mencintai Rasul pada zaman itu butuh banyak pengorbanan, yang pengorbanan itu tidak perlu kalian lakukan di masa sekarang.” Lanjut sahabat itu, “bentuk cinta dan pengorbanan kita untuk Rasulullah saw. sekarang ini cukup hanya dengan bersalawat kepadanya, dan meneladani akhlaknya.”


Berdasarkan riwayat itu, hadirin sekalian, hari ini, minggu ini, bulan ini, kita berada di bulan Rabiul Awwal, bulan di mana Rasulullah saw. lahir ke dunia. Ini adalah momentum yang tepat untuk kita bergembira dan memperbanyak salawat kepada Rasullah, dan kembali mempelajari apa saja akhlak Rasul yang bisa kita teladani. Apa saja akhlak Rasul yang belum kita teladani, apa saja akhlak Rasul yang mungkin pernah kita teladani tapi sekarang terlupakan, atau mungkin ada banyak hal lain tentang akhlak Rasul yang sama sekali belum kita cari tahu dan pelajari.


Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah

Ada satu hal yang pernah disampaikan oleh seorang ulama Mesir, Syekh Alaa Mustafa Naimah, bahwa meneladani akhlak Rasul tidak cukup dengan usaha kesadaran diri sendiri untuk meneladaninya, tapi harus dibantu dengan doa supaya Allah memudahkan kita dalam meneladani akhlak Rasulullah saw. Beliau menyampaikan doa,

اللّهم أَجْمِلْنَا بِجَمِيْلِ أَخْلَاقِ سَيِّدِنَا رَسُوْلِ اللهِ

Ya Allah, hiasilah hidup kami dengan keindahan akhlaknya Rasulullah saw. 


Demikian khutbah singkat kali ini, semoga apa yang tadi disampaikan bisa menjadi pengingat, baik bagi diri khatib sendiri, maupun untuk kita semua, dan semoga kita semua bisa senantiasa menjadi lebih dekat dengan akhlaknya Rasulullah saw.



أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ

Komentar