Khutbah Jumat - Memaknai Sifat Adil dalam Kehidupan Sehari-hari


Khutbah Pertama

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا. وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗۗ اِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا  

Hadirin jamaah jumat rahimakumullah.

Ada satu sifat yang sering kita dengar, dan mungkin sering juga kita ucapkan dalam doa dan rutinitas ibadah kita, yaitu kata “adil”. Sifat adil adalah sifat fundamental yang dalam banyak konteks punya peran penting, bahkan punya kekuatan hukum. Dalam fikih pernikahan misalnya, para ulama khususnya mazhab Syafi’i mensyaratkan bahwa saksi akad nikah harus merupakan seseorang yang adil. Di sana dibahas bahwa kriteria saksi yang adil itu adalah seorang Muslim yang baligh, berakal, dan terjaga kehormatannya dari sifat fasik. Karena itu, saksi yang disebut “adil” dalam fikih nikah bukan hanya orang yang hadir melihat akad, tetapi orang yang terjaga perilakunya dan dapat dipercaya ucapan dan kesaksiannya karena integritasnya. Begitupun dalam bahasan fikih poligami, pernikahan bisa jadi sesuatu yang haram jika laki-lakinya tidak punya sifat adil dan memaksakan nafsu semata.

Dalam konteks lain, sifat adil juga disebut sebagai indikator yang menjamin diijabahnya suatu doa. Dalam hadis riwayat Imam Tirmidzi disebutkan, 

ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ لَا تُرَدُّ: دَعْوَةُ الْوَالِدِ، وَدَعْوَةُ الصَّائِمِ، وَدَعْوَةُ الْإِمَامِ الْعَادِلِ

Ada tiga doa yang tidak akan ditolak: doa orang tua, doa orang puasa, dan doa seorang pemimpin yang adil. Mengapa pemimpin yang adil disandingkan dengan kemuliaan orang tua dan orang yang berpuasa? Karena pemimpin yang adil menjadi sebab luasnya rahmat Allah bagi masyarakat.

Jika kita perhatikan, perintah adil yang tertulis dalam surah An-Nahl ayat 90, sering diucapkan khatib jumat di akhir khutbahnya. 

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ

Sesungguhnya Allah menyuruhmu untuk berlaku adil dan berbuat ihsan/kebaikan.

Maka pada kesempatan yang baik ini, khatib mengajak kepada diri sendiri dan kita semua untuk sama-sama merenung: apa sebenarnya makna adil, dan bagaimana keadilan itu bisa menjadi bagian dari identitas kita sebagai pribadi Muslim, baik di rumah, di tempat kerja, maupun di tengah masyarakat.

Hadirin rahimakumullah.

Dari lensa linguistik, para ulama menjelaskan ‘adl sebagai persamaan dan keseimbangan; lawan dari zalim dan sikap condong yang tidak pada tempatnya. Istilah adil ini punya banyak definisi yang bisa jadi berbeda sesuai konteksnya. Misalnya dalam konteks kehidupan sosial, adil bermakna penghapusan kesenjangan sosial, ekonomi, dan politik. Dalam konteks hukum, “putusan adil” bermakna putusan yang menempatkan semua orang setara di hadapan hukum, dan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban. Dalam konteks pekerjaan, adil berarti profesional dan proporsional, tidak korupsi, tidak manipulasi jam kerja, atau mengambil keuntungan dari ketidaktahuan orang. Dalam konteks keluarga, keadilan lebih dekat dengan keseimbangan dan kepekaan terhadap perbedaan kebutuhan dibanding sekadar kesamaan angka. Bagaimana suami-istri saling membagi tugas, waktu, dan perhatian yang proporsional, bagaimana orang tua memenuhi kebutuhan anak-anaknya yang berbeda usia, dan sebagainya.

Secara umum, keadilan didefinisikan sebagai meletakkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan setiap hak kepada yang berhak, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan atau diistimewakan tanpa alasan yang sah.

Hadirin rahimakumullah.

Al‑Qur’an banyak menggunakan istilah seperti al‑‘adl, al‑qisth, al‑mīzān, dan al‑wasath untuk menggambarkan keadilan sebagai prinsip universal yang harus ditegakkan dalam hubungan manusia dengan Allah dan sesama manusia. Kata ‘adl bisa kita temukan dalam Al-Qur’an seperti surah An‑Nisa’ ayat 58:

إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا۟ ٱلْأَمَـٰنَـٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحْكُمُوا۟ بِٱلْعَدْلِ ۚ

Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk menyerahkan amanah kepada ahlinya dan menegakkan hukum di antara manusia dengan adil.

Kata yang sama juga ditemukan dalam surah Al-Maidah ayat 8:

   وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلا تَعْدِلُوا   

Jangan sampai kebencianmu terhadap seseorang malah mendorongmu berlaku tidak adil.

Dalam surah Ar-Rahman ayat 9, Allah menggunakan kata al-qisth yang merujuk pada makna yang sama:

وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلَا تُخْسِرُوا الْمِيزَانَ

Tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah mengurangi neraca.

Meskipun ayat-ayat tadi disajikan dalam diksi yang berbeda-beda ini, hal ini tetap menunjukkan bahwa sifat adil adalah sifat yang fundamental dalam banyak konteks. Terlebih ketika kita menggabungkan tinjauan linguistik dan konteks yang berbeda-beda tadi, kita akan menemukan bahwa keadilan bukan sekadar perilaku lahir, melainkan keseimbangan batin. Akar makna ‘adl dan qisth menunjukkan bahwa keadilan lahir ketika seseorang menjaga keseimbangan dirinya, tidak condong oleh hawa nafsu, tidak dikuasai emosi, dan tidak tergoda kepentingan pribadi. Ketidakadilan muncul ketika seseorang memakai dua standar: satu standar untuk diri sendiri dan kelompoknya, sementara standar lainnya untuk orang lain.

Dengan memahami kedalaman makna tersebut, kita diarahkan untuk menerjemahkan keadilan dalam kehidupan nyata. Dalam hubungan sosial, keadilan muncul ketika seseorang menilai orang lain secara objektif, tidak tergesa-gesa memberi penilaian, dan berusaha mencari informasi secara lengkap sebelum memutuskan. Dalam keluarga, keadilan terwujud ketika orang tua membagi kasih sayang, perhatian, dan nafkah secara seimbang, juga tahu bagaimana cara memperlakukan pasangan tanpa merendahkan tanpa alasan yang dibenarkan syariat.

Hadirin rahimakumullah.

Berlaku adil dalam kondisi-kondisi tertentu memang tidak selalu mudah, namun bukan berarti mustahil. Karenanya kita perlu berdoa, semoga kita semua dianugerahi kebersihan hati untuk melihat dan menegakkan keadilan, sehingga kita menjadi hamba-hamba Allah yang istimewa karena mampu menjadi pribadi dan pemimpin yang adil di kehidupan dunia ini.


Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلّٰهِ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلّٰهِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ 

اَللَّهُمَّ صَلِّ  وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلى ألِهِ وَأَصْحَابِه وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. 

فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَه يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلى ألِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ  

Hadirin rahimakumullah.

Keadilan bukan sekadar tuntutan sosial, tetapi kebutuhan spiritual. Orang-orang yang adil mendapatkan kedudukan yang sangat mulia pada hari kiamat. Dalam sebuah hadis riwayat Imam Muslim, Rasulullah bersabda:

إِنَّ الْمُقْسِطِينَ عِندَ اللَّهِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ

Sesungguhnya orang-orang yang adil berada di sisi Allah di atas mimbar-mimbar dari cahaya.

Di akhir khutbah ini, marilah kita memohon kepada Allah agar memberikan taufik untuk kita semua agar mampu menegakkan keadilan, sehingga sifat adil ini, sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah, menjadi sebab yang mengantarkan kita pada kemuliaan di sisi Allah Swt.

اللَّهُمَّ اِجْعَلْنَا مِنْ عِبَادِكَ الْمُقْسِطِينَ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الشَّاهِدِينَ بِالْقِسْطِ فِي بُيُوتِنَا وَمُجْتَمَعِنَا.

اللَّهُمَّ ارْزُقْنَا قُلُوبًا عَادِلَةً لَا تَمِيلُ مَعَ الْهَوَى، وَنُفُوسًا مُسْتَقِيمَةً عَلَى الْحَقِّ.

اللَّهُمَّ ارْزُقْ بِلَادَنَا أَئِمَّةً عَادِلِينَ، وَقَادَةً صَالِحِينَ، وَادْفَعْ عَنَّا الظُّلْمَ وَأَهْلَهُ.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِآبَائِنَا وَأُمَّهَاتِنَا، وَلِمَنْ عَلَّمَنَا، وَلِجَمِيعِ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.


Komentar