Satir Kejuaraan dan Nishfu Syaban

Kemarin malam adalah malam Nishfu Syaban, alias pertengahan bulan Syaban dalam hitungan kalender hijriah. Katanya, di malam itulah buku amal kita disetorkan setiap tahunnya. Karenanya tak heran banyak orang saling meminta maaf dan memperbanyak berbuat baik menjelang malam itu, supaya tutup bukunya bagus. Saya tidak akan bercerita apa itu Nishfu Syaban atau ada hikmah apa di balik malam itu. Tapi saya ingin cerita satu ingatan yang pernah terjadi di malam Nishfu Syaban tahun 2011 lalu. Waktu itu saya masih siswa SMA kelas 11 yang sedang ikut lomba Khutbah Jumat di Bekasi. Ceritanya saya jadi delegasi Jawa Barat untuk cabang lomba Khutbah Jumat tingkat SMA dalam helatan Pekan Kreativitas dan Seni Pendidikan Agama Islam (Pentas PAI) tingkat Nasional. Dari 32 peserta dari provinsi yang berbeda-beda, saya dapat juara 1. Lumayan lah ya, pernah bisa khutbah pada masanya. Tentu saja saya senang, karena ini pertama kalinya dan sampai sekarang masih menjadi satu-satunya pengalaman menjuarai ting

Puisi Kuntum Mekar 2011

 Menikahi Ramadan

doaku telah mengkhitbahmu

merindumu dalam sujud para syuhada

mencintamu dalam dzikir para ambiya


ku persunting namamu

di atas tanah lailatul qodar

di atas sayap-sayap penuh harapan


denganmu, aku ingin membawa restu

menyerahkannya pada ridwan

meminta surga untuk sebuah bulan madu

pada tubuhmu, aku berpesta

: sebotol doa, sepiring dzikir, 

  sesuap tadarus, segelas qiyamullail

lalu aku  tumpah, lebam

dalam pangkuan nuzulul quran

aku tak ingin mentalaqmu

mencintamu adalah keabadian


2011


Kisahku pada sepenggal malam

Pada sepenggal Ramadan, jibril mengantarku pada ruh Muhammad, pada jejak-jejak sabda yang tak kau ketahui.

Sebagai bocah, aku turun menatap lekat telinga Muhammad, menggentayangi malamnya, pun malam-malam yang kau patuh dengan sujud air matamu.

Dalam dapur otakmu, aku memasak rindu, menanak kata-kata yang kau lantunkan dalam solatmu, dalam witirmu, dalam segala tarawih yang kau susun bersama sang qunut. 

Pada sepenggal malammu, ku titipkan namaku yang akan membuatmu menunduk, merenung, bahkan menumpahkan laut di ujung matamu.

Padamu, aku singgah, merebah, bahkan membumi dalam dzikir-dzikir yang dititipkan Muhammad padamu.

Ketahuilah, wujudku bukan nabi, wujudku bukan rasul, aku hanya amanat yang akan menjadi kunang-kunang dalam pagimu, cahaya bagi siangmu, dan matahari bagi malam-malammu, mimpi kekalmu. Malam telah nyenyak, namun aku tak lekas sepertimu. Nyenyakku ketika tubuh ini terjaga oleh segala tasbih dan lantunan yang menggerayangi tubuhku. Akulah kekasihmu, wahai mursaliin, tabiin, ‘amiliin, mushonnifiin, sholihiin, mu’miniin, muslimiin. Akulah pendamping setiamu. Sampai tanah menutup senjamu.

2011   


Metafora Nuzulul Qur’an

alam cerah

menyaksikan suhuf berarak

embun mentahsin hidup

basah pada tubuh ayat-ayat purnama

hikmah turun menderas

menjelma kata dalam lisan huffadz

maka, mengalirlah makna

menjadi dalil dalam takrir para sholihin


alam cerah

menyaksikan suhuf berarak

bertadarus menyusun pahala

mencipta kitab, mengarah petunjuk

mengutuh bumi dengan ziyadah rahmat


alam cerah

menyaksikan suhuf berarak

fashih mentafsir kemarin

mengurai hari

menjelma usia di segala dewasa

alam cerah

menyaksikan suhuf berarak

mentajwid langkah

mengepak sayap-sayap teladan

menjadi waqof pada tubuh-tubuh bahasa

maka, khatamlah segala hitam, segala kegelapan, segala rencana berduri

maka, berjalanlah pada setiap juz yang dijilid-Nya

2011

Maulana Abdul Aziz, lahir di Purwakarta, 09 September 1994. Masih duduk di kelas XII Program Bahasa di SMA Al-Muhajirin. Aktif mengurus Ekstrakurikuler Sastra. Selain sekolah, penulis juga mondok di pesantren yang masih satu Yayasan dengan sekolahnya.

Komentar