Khutbah Jumat - Empat Hal untuk Menggapai Kesempurnaan Puasa

Khutbah I Kesempurnaan Puasa شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْققَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗوَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخخَرَ ۗيُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖوَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ Hadirin rahimakumullah Puasa adalah salah satu upaya kita untuk menggapai ketakwaan. Setelah segala upaya kita dalam menjalankan puasa, mulai dari bangun sahur, menahan lapar dan dahaga, menahan nafsu, serta mengisi puasa ini dengan berbagai kerja-kerja kebaikan, kita sangat berharap bahwa puasa kita bisa berjalan dengan sempurna. Sempurna dalam waktunya: waktu imsaknya, waktu iftarnya, hari mulainya, juga hari lebarannya. Pun sempurna dalam pelaksanaannya.  Dalam kesempatan yang baik ini, khatib ingin bicara tentang kesempurnaan puasa dari segi pelaksanaanya. Ba

Belajar, Mengajar, dan Pembelajaran


1.  Pengertian Belajar
Sebagaimana diuraikan di awal, bahwa akan ada banyak sekali pengertian belajar dalam berbagai konteks. Hanya saja, dalam keadaan bagaimanapun, ada benang merah yang bisa ditarik untuk menyimpulkan pengertian dari belajar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), belajar diartikan sebagai usaha untuk memperoleh kepandaian atau ilmu; berlatih.[1]
Beberapa ahli mengemukakan berbagai macam pengetian mengenai belajar, antara lain, Hamalik[2] mengungkapkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku berkat pelatihan dan pengalaman. Belajar merupakan suatu proses dan bukan semata-mata hasil yang hendak dicapai. Proses itu sendiri berlangsung melalui serangkaian pengalaman sehingga terjadi modifikasi tingkah laku seseorang atau terjadi penguatan pada tingkah laku yang dimiliki sebelumnya. Winkel[3]mengungkapkan bahwa belajar merupakan suatu aktivitas mental / psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu meliputi hal-hal yang bersifat internal seperti pemahaman dan sikap, serta mencakup hal-hal yang bersifat eksternal seperti keterampilan motorik dan berbicara dalam bahasa asing. Slameto[4]berpendapat bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dilepaskan berdasarkan atas tanggapan.
Dari beberapa pengertian diatas, setidaknya dapat disimpulkan benang merahnya bahwa pengertian belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku, pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap yang  tidak disebabkan oleh pembawaan, kematangan dan keadaan sesaat seseorang, namun terjadi sebagai hasil latihan dalam interaksi dengan lingkungan.

2.  Ta’dib, Ta’lim, dan Tarbiyah
Kata ta’dib secara etimologis adalah bentuk masdar yang berasal dari kata “addaba”, yang artinya membuat makanan, melatih dengan akhlak yang baik, sopan santun, dan tata cara pelaksanaan sesuatu yang baik.[5]
            Menurut al-Naqaid, al-Attas, ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuatan dan keagungan Tuhan.[6]
Dalam pengertian ta’dib di atas bahwasannya pendidikan dalam pespektif Islam adalah usaha agar orang mengenali dan mengetahui sesuatu sistem pengajaran tertentu. Seperti halnya dengan cara mengajar, dengan mengajar tersebut individu mampu untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya, misalnya seorang pendidik memberikan teladan atau contoh yang baik agar ditiru, memberikan pujian, dan hadiah, mendidik dengan cara membiasakan, dengan adanya konsep ta’dib tersebut maka terbentuklah seorang Individu yang muslim dan berakhlak. Pendidikan ini dalam sistem pendidikan dinilai sangat penting fungsinya, karena bagaimanapun sederhananya komunitas suatu masyarakat pasti membutuhkan atau memerlukan pendidikan ini terutama dalam pendidikan akhlak. Dari usaha pembinaan dan pengembangan ini diharapkan manusia mampu berperan sebagai pengabdi Allah dengan ketaatan yang optimal dalam setiap aktivitas kehidupannya, sehingga terbentuk akhlak yang mulia yang dimiliki serta mampu memberi manfaat bagi kehidupan alam dan lingkungannya. Jadi terwujudlah sosok manusia yang beriman dan beramal shaleh.
            Kata ta’lim berasal dari kata dasar “allama” yang berarti mengajar, mengetahui.[7]Pengajaran (ta’lim) lebih mengarah pada aspek kognitif, ta’lim mencakup aspek-aspek pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidupnya serta pedoman perilaku yang baik.
            Muhammad Rasyid Ridha mengartikan ta’lim dengan : “Proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu”.[8]


            Pengajaran mencakup teoritis dan praktis sehingga peserta didik memperoleh kebijakan dan menjauhi kemadaratan. Pengajaran itu juga mencakup ilmu pengetahuan dan al-hikmah (bijaksana), misalnya guru matematika akan berusaha mengajarkan al-hikmah matematika, yaitu pengajaran nilai kepastian dan ketepatan dalam mengambil sikap dan tindakan dalam kehidupannya, yang dilandasi oleh pertimbangan yang rasional dan perhitungan yang matang.
            Dalam bahasa Arab, kata al-tarbiyah memiliki tiga akar kebakaan, yaitu :[9]
      1.  Rabba, yarbu : yang memiliki makna tumbuh, bertambah, berkembang.
      2. Rabbi, yarba, : yang memiliki makna tumbuh dan menjadi besar atau dewasa.
      3. Rabba, yarubbu, : yang memiliki makna memperbaiki, mengatur, mengurus dan mendidik, menguasai dan memimpin, menjaga dan memelihara.
Menurut Musthafa Al-Ghalayani, at-tarbiyah adalah penanaman etika yang mulia pada anak yang sedang tumbuh dengan cara memberi petunjuk dan nasihat, sehingga ia memiliki potensi dan kompetensi jiwa yang mantap, yang dapat membuahkan sifat-sifat bijak, baik cinta akan kreasi, dan berguna bagi tanah airnya.[10]

2.3  Pengertian Mengajar

Di lain hal, lema ‘mengajar’ sering kali terngiang dalam telinga khalayak ramai. Seorang guru mengajar, dan muridnya belajar. Nampaknya, ada kesamaan hal dalam kata ‘mengajar’ dan ‘belajar’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mengajar berarti memberi pelajaran. Secara umum, mengajar adalah suatu usaha guru yang mengatur lingkungannya sehingga terbentuk situasi dan kondisi yang sebaik-baiknya bagi anak yang diajar, sehingga belajar itu bukan hanya dapat berlangsung diruangan kelas, tetapi dapat pula berlangsung bagi sekelompok siswa di luar kelas atau di tempat-tempat lain yang memungkinkan siswa tersebut untuk belajar. Dalam artian lain, mengajar adalah bimbingan kepada siswa dalam proses belajar. Dengan melihat defenisi ini maka jelas bahwa yang aktif dalam proses belajar adalah siswa itu sendiri, sedangkan guru hanya tinggal mengawasi, mengkoordinir dan membimbing siswa agar sesuai dengan kebutuhannya dan mengingat kepribadian anak yang berbeda-beda. Dalam hal ini siswalah yang lebih aktif dalam memikirkan hal-hal yang sedang dipelajari.[11]

3.    Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada diri peserta didik. Oleh karena pembelajaran merupakan upaya sistematis dan sistemik ntuk menginisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan proses belajar, maka kegiatan pembelajaran berkaitan erat dengan jenis hakikat, jenis belajar, dan hasil dari belajar tersebut. ‘Pembelajaran’ dalam rujukan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup menjadi belajar. Pembelajaran adalah perpaduan dari dua aktivitas, yaitu aktivitas mengajar dan aktivitas belajar.
Konsep dasar pembelajaran dirumuskan dalam Pasal 1 butir 20 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, yakni “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.”

4.  Konsep Dasar Mengajar
Belajar sebagai proses manusiawi memiliki kedudukan dan peran penting, baik dalam kehidupan masyarakat tradisional maupun modern. Pentingnya proses belajar dapat dipahami dari traditional/local wisdom, filsafat, temuan penelitian, dan teori tentang belajar. Traditional.local wisdom adalah ungkapan verbal dalam bentuk frasa, peribahasa, adigium, maksim, kata mutiara, pepatah, dan puisi yag megandung makna eksplisist atau imlisist mengenai belajar dalam kehidupan manusia.
Dalam pandangan yang lebih komprehensif, konsep belajar dapat dapat digali dari berbagai sumber seperti filsafat, penelitian empiris, dan teori. Para ahli filsafat mempertimbangkan konsep belajar berdasarkan nalar dan logis tentang konsep kebenaran, kebajikan dan keindahan. Sedangkan pakar pendidikan melihatnya sebagai proses psikologis-pedagogis yang ditandai dengan adanya interaksi individu dengan lingkungan belajar yang sengaja diciptakan. Di mata ahli psikologi, belajar merupakan proses psikologis yang disimpulkan dari bagaimana cara anak berpikir, binatang belajar, atau hasil pengamatan praktek pengamatan belajar.[12]


[1]Kamus Besar Bahasa Indonesia versi luring 1.3
[3]Ibid.
[4]Ibid.
[5]Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal (Yogyakarta : Pustaka belajar, 2005). Hal.44
[6]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1992). Hal. 29
[7]Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta : Kencana Prenada Media, 2006). Hal. 18
[8]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perpektif Islam (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1992). Hal. 31
[9]Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta : Kencana Prenada  Media, 2006). Hal. 10-11
[10]Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal (Yogyakarta : Pustaka belajar, 2005). Hal. 47
[12][12]Udin S Winataputra. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Penerbit Universitas Terbuka (2007). Hal. 1.6. Kutipan dengan beberapa perubahan.

Komentar