Seperti Ibnu Batutah, Saya Kembali ke Kairo

Ketika saya masih sekolah di Kairo, ada satu indikator yang secara tidak tertulis menjadi penanda bahwa seorang mahasiswa Indonesia termasuk “anak orang berada”: orang tuanya bisa hadir di acara wisuda. Dalam konteks ribuan kilometer jarak dari Indonesia ke Mesir, dan ongkos perjalanan yang tidak murah, kehadiran orang tua dalam seremoni akademik itu bukan hanya bentuk kasih sayang, tapi juga simbol kekuatan finansial. Di antara banyaknya mahasiswa yang bahkan belum tentu pernah bertemu langsung dengan orang tuanya sejak pertama kali menjejakkan kaki di negeri para nabi ini, mereka yang bisa memeluk keluarganya saat kelulusan adalah pemandangan langka sekaligus mewah. Indikator lainnya juga mudah dikenali: punya kamar sendiri di rumah kontrakan, atau bahkan menyewa satu rumah untuk ditempati sendirian. Ini terdengar sepele, namun di tengah-tengah mahasiswa Indonesia di Mesir yang mayoritas hidup menghemat, tinggal sendirian di sebuah rumah tanpa patungan adalah sebuah kemewahan yang ti...

Kekuatan Kata-Kata



Setelah selesai mengantar Sa'i seorang nenek-nenek sewaktu di Masjidil Haram, nenek itu bilang dengan sangat pelan dan terbata-bata, "te-ri-ma ka-sih naaaak". Kalimat pendek itu terdengar cukup jelas di telinga saya, bahkan menempel kuat dan menjadi salah satu hal terbaik yang pernah diucapkan seseorang kepada saya. Kata-kata itu membuat saya begitu bahagia sekaligus haru, melebihi kalimat apapun yang sejauh ini pernah terdengar.

Di lain waktu ketika saya menelpon seseorang yang begitu sangat saya cintai, saya baru bilang "halo" lalu langsung dibalas dengan kalimat, "ada kepentingan apa menelepon?". Saat itu saya merasa sangat patah hati, mengapa harus ada kepentingan dulu untuk sekadar mengungkapkan rasa kangen  mendengar suaranya untuk berbasa-basi. Dan itulah kalimat yang paling menyakitkan yang pernah saya dengar. 

Pernah juga di tengah malam ketika sedang makan kusyari di Downtown, seseorang yang saya kira punya perasaan yang sama dengan saya, mengatakan "let keep it as friend." Malam itu saya kecewa pada diri sendiri, sebab saya telah salah menerjemahkan banyak hal, juga terlalu melibatkan perasaan pada hal-hal yang tidak seperlunya dilakukan berlebihan.

Saya ingin mencatat tiga hal itu setelah menonton beberapa video di kanal Thoraya Maronesy. 

11 Januari 2019

Komentar