Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَاهَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Maasyiral Muslimin Hafidzakumullah..
Sebuah keniscayaan bagi kita untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan dan rasa syukur kita kepada Allah Swt. yang telah memberikan banyak sekali nikmat. Tidak hanya nikmat materi, namun juga nikmat kesehatan, kesempatan, persaudaraan, dan nikmat beribadah dan menjadi orang yang beriman. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurah limpahkan untuk nabi kita Muhammad saw. Kepada keluarganya, sahabatnya, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selaku umatnya.
Hadirin rahimakumullah,
Dalam perjalanan ruhani menuju Allah, tidak jarang kita merasa terhalang, seakan jarak terbentang antara doa dan jawaban, antara ikhtiar dan hasil, antara ibadah dan ketenangan. Para ahli tasawuf mengajarkan bahwa ada tiga tirai yang menghalangi manusia dari menyaksikan kehadiran Allah dalam keseharian: Ana, Lii, dan Indii. Tiga kata pendek, namun mengandung beban batin yang besar. Ana berarti “aku/keakuan”, Lii berarti “milikku/untukku”, dan Indii berarti “ada padaku” atau “bersamaku”. Ketiganya bukan sekadar kata, tapi bentuk ego halus yang membungkus kesadaran kita, membuat kita merasa pusat segalanya, merasa memiliki segalanya, dan merasa cukup dengan apa yang ada pada diri sendiri.
Sebagai pengantar singkat, Tasawuf adalah ilmu tentang akhlak, tentang bagaimana kita seyogyanya berakhlak kepada Allah swt. Bagaimana cara kita berakhlak di hadapan Tuhan yang telah menciptakan, menghidupi, mengatur banyak kemudahan, menjadi tempat kita mengeluh, dan meminta banyak hal dari perkara paling kecil sampai cita-cita paling besar. Penekanan terhadap pentingnya akhlak terhadap Allah ini menjadi penting dan perlu kita sadari setiap waktu sebagai bentuk kehambaan yang kita miliki. Namun betapa sering kita lupa, bahwa adab kepada Allah ternyata dimulai dengan mengikis ego dalam diri.
Jamaah Jumat sekalian,
Tirai ego pertama yang perlu kita tahu adalah Ana, atau “Keakuan”. Dalam bahasa Arab sering juga disebut dengan term Ananiyyah, atau egoisme. Di dunia kerja, Ana bisa muncul dan termanifestasi sebagai superioritas tersembunyi: sulit mendengar kritik, enggan berbagi peran, merasa paling penting dalam tim, atau dalam bentuk pikiran atau perasaan saya yang paling tahu, saya yang paling berjasa, saya yang paling dibutuhkan. Dalam psikologi modern dikenal istilah "ego inflation", yaitu pembesaran citra diri yang menghalangi pertumbuhan spiritual maupun sosial. Ego semacam ini adalah bentuk lain dari kesombongan, dan ini dilarang oleh Rasulullah saw. Dalam sebuah hadis riwayat Imam Muslim dikatakan:
لا يدخلُ الجنةَ مَن كان في قلبه مِثقال ذرةٍ من كِبر
“Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat kesombongan walau seberat biji sawi.”(HR. Muslim)
Lebih tegas alam Q.S. Thaha ayat 14 Allah berfirman bahwa hanya Ia yang pantas mengaku “Ana”:
اِنَّنِىۡۤ اَنَا اللّٰهُ لَاۤ اِلٰهَ اِلَّاۤ اَنَا فَاعۡبُدۡنِىۡ ۙ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ لِذِكۡرِىۡ
"Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat-Ku."
Mengelola Ana berarti menempatkan diri secara tepat: percaya diri, tanpa menjadi angkuh; berkontribusi, tanpa merasa sebagai pusat segalanya. Ego yang dikelola akan menjadi jembatan kolaborasi, bukan jurang pemisah antarsesama.
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Tirai ego yang kedua bernama Lii, merujuk pada makna untukku atau milikku. Barangkali kita sering merasa entitled terhadap suatu hal, merasa berhak untuk dihormati, diistimewakan, didengarkan, dituruti, diprioritaskan, merasa perlu diapresiasi setelah melontarkan ide atau meraih pencapaian, mengklaim sesuatu sebagai hak untuk pribadi, tanpa dibarengi kesadaran bahwa semua hal adalah milik Allah Swt.
Dari lensa Tasawuf, seseorang yang dewasa dalam beragama justru adalah ia yang tidak melekatkan dirinya pada perasaan Lii tersebut. Seseorang yang dewasa dalam beragama akan berusaha melepas Lii, menyadari bahwa tiada yang benar-benar miliknya.
Dalam QS. Al-Baqarah ayat 284 Allah mengingatkan:
"Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi." Yang bersifat materi, non materi, sesuatu yang nyata, sesuatu yang abstrak, semuanya milik Allah.
Itulah mengapa kita harus mengucap hamdalah ketika dipuji atau diapresiasi orang lain, karena ungkapan pujian itu pun tidak sepenuhnya untuk kita, melainkan harus dikembalikan kepada Allah Swt.
Pentingnya melepaskan “Lii” bukan berarti tidak peduli dengan pekerjaan atau tidak memiliki ambisi. Sebaliknya, kita harus memahami bahwa meskipun kita berkontribusi, hasil akhirnya adalah upaya kolektif atau bagian dari dinamika yang lebih besar. Kita bekerja dengan dedikasi penuh, tetapi tidak melekat secara berlebihan pada aspek-aspek yang selama ini kita klaim sebagai “Lii” bagi kita sendiri.
Hadirin rahimakumullah,
Tirai ego ketiga yang berpotensi menghambat ketakwaan kita adalah Indii, yaitu merasa unggul karena “ada padaku sesuatu”. Bisa jadi kita merasa punya pengalaman lebih, koneksi lebih luas, informasi lebih dalam, atau intuisi yang lebih tajam. Semua itu memang karunia, tapi saat karunia disematkan sebagai keunggulan yang memisahkan kita dari yang lain, di sanalah Indii menebalkan hijab antara kita dan Allah.
Dalam proses membaca diri sendiri, tentu kita pernah melihat apa saja kelebihan yang kita miliki. Keahlian membaca situasi, menavigasi birokrasi, menyelesaikan konflik dengan bijak, mengetahui siapa yang harus dihubungi, itu semua adalah anugerah. Namun jika tidak dibarengi dengan keimanan, anugerah itu bisa menjadi jebakan. Kita akan menjadi sangat rawan tergelincir pada sikap sombong, angkuh, dan lupa bahwa Allah punya kuasa di balik semua anugerah itu.
Jamaah yang dirahmati Allah,
Jika Ana menyesatkan kita dalam kesombongan, Lii menjerumuskan kita dalam kepemilikan palsu, dan Indii meninabobokan kita dalam keangkuhan terselubung, maka jalan keluarnya adalah melepas semua kepalsuan itu. Menyadari bahwa kita bukan siapa-siapa tanpa Allah. Maka pekerjaan kita pun berubah: bukan sekadar rutinitas duniawi, tapi ladang ibadah dan makrifat kepada Allah Swt.
Semoga Allah membersihkan hati kita dari keakuan, memerdekakan kita dari rasa memiliki yang menyesatkan, dan menjadikan kita hamba yang rendah hati dan penuh amanah dalam menjalani kehidupan kita sehari-hari.
Aqūlu qawli hādzā, wa astaghfirullāh li walakum...
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى.
Jamaah Jumat rahimakumullah
Khatib mengajak diri sendiri dan kita semua untuk sama-sama perbarui niat dalam setiap pekerjaan yang kita jalani: bukan untuk membesarkan nama diri, bukan untuk mengumpulkan pujian, bukan untuk merasa unggul, melainkan sebagai bentuk ibadah, pengabdian, dan tanggung jawab moral di hadapan Allah.
Pekerjaan yang kita lakoni saat ini sangat mungkin untuk kita jadikan sebagai madrasah bagi diri kita, sebagai tempat kita belajar sabar, ikhlas, rendah hati, dan terus mendekat kepada Allah Swt.
اللَّهُمَّ طَهِّرْ قُلُوبَنَا مِنَ النِّفَاقِ، وَأَعْمَالَنَا مِنَ الرِّيَاءِ، وَأَلْسِنَتَنَا مِنَ الْكَذِبِ، وَأَعْيُنَنَا مِنَ الْخِيَانَةِ، فَإِنَّكَ تَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ...
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللَّهِ، إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ، وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى، وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ، وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ.
Komentar
Posting Komentar